Langkah Anies Berlakukan PSBB Jakarta yang Menuai Protes Para Menteri
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total mulai Senin pekan depan, 14 September 2020. Pengumuman Rabu (9/9) malam itu menimbulkan gelombang kejut hingga Index Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 5,01% pada Kamis (10/9).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti kondisi itu. "Masih ada ketidakpastian karena pengumuman Gubernur DKI Rabu malam," katanya dalam Webinar Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Kamis (10/9).
Airlangga mengatakan, sebenarnya, kinerja pasar keuangan sebenarnya sudah menunjukkan arah positif sejak beberapa pekan terakhir dibandingkan April. Indeks saham sektoral mengalami penguatan pada sebagian besar sektor dengan variasi kenaikan hingga di atas 20%.
Tapi, kinerja tersebut berubah pada indeks saham Kamis (10/9) pagi, hingga anjlok di bawah 5.000. Bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan saham pada pukul 10.36 karena indeks turun di bawah 5%.
Tak hanya Airlangga, beberapa menteri lain juga menyayangkan kebijakan Anies. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang misalnya, mengatakan bahwa PSBB DKI akan mempengaruhi kinerja manufaktur di Indonesia. "Apalagi kalau diikuti provinsi lain," kata Agus.
Ia khawatir, industri yang sudah bergeliat akan kembali mendapatkan tekanan. Bagaimanapun, ia mengakui masalah kesehatan merupakan hal yang tidak bisa ditawar.
Sedangkan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menekankan agar PSBB yang bertujuan untuk membatasi ruang gerak manusia itu jangan sampai menghambat arus barang. "Ini agar rantai pasok tidak terganggu," ujarnya.
Untuk meminimalisir dampak ekonomi, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menyarankan agar pemerintah provinsi dapat memberikan pengecualian PSBB terhadap industri manufaktur atau sektor usaha yang taat pada protokol kesehatan.
Menurutnya, pengusaha bisa saja mengatur agar pekerjanya dapat meminimalisir kontak dengan orang lain, misalnya dengan tidak menggunakan transportasi umum. "Jadi didorong saja ke Pemprov DKI untuk melakukan pengecualian," ujar Mahendra dalam forum yang sama.
Ia pun khawatir, kebijakan PSBB dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV. Mahendra menilai, perlu ada perhitungan baru terkait dampak PSBB.
Menurutnya, aspek kesehatan dan ekonomi sama pentingnya dalam penanganan pandemi. “Covid-19 bisa membunuh manusia, namun kejatuhan ekonomi juga bisa membunuh kehidupan,” ujarnya.
Tanggapan Pengusaha
Dari sisi pengusaha, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani khawatir PSBB akan berdampak pada matinya pengusaha kecil dan menengah. Kondisi ini dapat terjadi bila kebijakan PSBB diberlakukan dalam waktu lama tanpa hasil yang optimal dalam pengendalian virus corona.
"Banyak pelaku usaha sektor riil nasional, khususnya UMKM dan usaha skala menengah akan mati karena tidak sanggup bertahan," kata Shinta kepada Katadata.co.id, Kamis (10/9).
Selain itu, pengangguran diperkirakan akan meningkat lebih cepat. Pengangguran itu terutama berasal dari pekerja sektor informal.
Shinta menilai, PSBB bukan kondisi ideal bagi pelaku usaha. Sebab, selain membatasi kegiatan produksi dan distribusi, kebijakan ini juga menekan permintaan masyarakat.
Padahal, pelaku usaha sudah mati-matian mempertahankan eksistensi dan kinerja dengan modal yang semakin menipis. Apalagi, efek dari stimulus pemerintah dinilai minim.
Meski begitu, Shinta memahami urgensi pengetatan PSBB demi mengendalikan penyebaran virus corona. Oleh karena itu, ia berharap kebijakan ini dapat dilakukan dengan optimal. "Sehingga tidak perlu berlama-lama PSBB,'' ujar dia.
Shinta pun berharap PSBB kali ini dapat menihilkan penyebaran Covid-19 di Jakarta sebelum pertengahan triwulan IV 2020. Bila tidak, kinerja ekonomi pada triwulan IV dan keseluruhan tahun akan menurun.
Urgensi PSBB
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, PSBB Jakarta memang sudah harus dilakukan. Sebab, ada kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan selama empat minggu terakhir di Ibu Kota.
"Perlu pembatasan lebih ketat, kalau perlu Pembatasan Sosial Berskala Mikro," kata Wiku dalam konferensi pers di Kantor Presiden.
Ia pun menilai, proses PSBB di Jakarta telah melalui prosedur pra-kondisi, penentuan waktu (timeline) pembukaan, penentuan sektor prioritas, koordinasi, serta monitor dan evaluasi. Hal ini perlu diikuti dengan kerja sama dari masyarakat dan pihak lainnya.
Data Satgas Penanganan Covid-19 pada 6 September menunjukkan, sebanyak 7 dari 67 rumah sakit di DKI memiliki ruang ICU dan ruang isolasi yang terisi penuh 100%. Kemudian, 46 dari 67 rumah sakit memiliki ruang ICU dan isolasi yang terisi di atas 60%. Selebihnya, 14 dari 67 rumah sakit mempunyai ruang ICU dan isolasi yang terisi di bawah 60%.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menarik rem darurat dengan memberlakukan kembali PSBB seperti awal masa pandemi Covid-19 mulai Senin, 14 September 2020. Keputusan ini diambil karena kasus Covid-19 di Jakarta terus bertambah.
Anies menjelaskan terdapat tiga indikator yang menunjukkan kondisi darurat yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus, serta tingkat kasus positif di Jakarta.
"Dalam dua pekan angka kematian meningkat kembali, secara persentase rendah tapi secara nominal angkanya meningkat kembali. Kemudian tempat tidur ketersediaannya maksimal dalam sebulan kemungkinan akan penuh jika kita tidak lakukan pembatasan ketat," kata Anies.