RPP Izin Usaha Berbasis Risiko Rampung, Aturan Menteri Tak Perlu Lagi
Pemerintah terus berupaya menyelesaikan aturan turunan omnibus law UU Cipta Kerja. Salah satunya terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasan.
Beleid tersebut akan menetapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dalam mengimplementasikan konsep perizinan berbasis risiko atau Risk Base Approach (RBA). Dengan begitu, setiap kegiatan usaha tak perlu mengajukan memiliki berbagai izin.
Selama ini, pengusaha harus mengajukan izin ke berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah (Pemda). Hal itu karena K/L memiliki pola dan kebijakan yang berbeda dalam mengatur perizinan usaha di sektornya.
Akibatnya, sangat banyak peraturan (hyper regulation) yang mengatur tentang perizinan untuk usaha dan terjadi tumpang tindih pengaturan antar sektor (K/L). Hal itu menyebabkan tak ada kepastian hukum dalam berusaha dan pelaksanaan pengawasan kegiatan usaha tidak optimal.
Melalui RPP itu, pemerintah menetapkan perizinan menggunakan pendekatan berbasis risiko pada seluruh sektor usaha. Setiap K/L dan Pemda menggunakan pola yang sama, yaitu analisis tingkat risiko dengan kriteria tingkat risiko Rendah, Menengah atau Tinggi.
Dengan demikian, membuka usaha di Indonesia akan menjadi lebih mudah dan cepat, serta menciptakan kepastian usaha. “Sesuai arahan Bapak Presiden agar segera dilakukan pemangkasan Perizinan Berusaha, penyederhanaan Prosedur Perizinan dan penerapan Standar Usaha. Sehingga perizinan akan lebih mudah dan cepat, dan pengawasan akan lebih optimal,” ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi Jumat (20/11).
Adapun pengelompokan bidang usaha mengacu kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI ) tahun 2020. Pengaturan dalam RPP itu juga mencakup tentang Kewenangan penerbitan perizinan dan pelaksanaan pengawasan.
Lebih lanjut, Airlangga mengatakan RPP itu juga akan mengatur tentang norma perizinan berusaha berbasis risiko dan tatacara pengawasan yang harus dijadikan referensi oleh semua K/L dan Pemda. Seluruh norma perizinan tersebut sudah disiapkan oleh Kemenko Perekonomian.
Selain itu, RPP bakal mengatur tentang norma pelayanan perizinan berusaha melalui sistem OSS yang disiapkan oleh BKPM, serta NSPK untuk masing-masing sektor yang ditetapkan oleh setiap K/L terkait.
Penyelesaian NSPK di 18 K/L
Seluruh K/L yang terkait dengan perizinan berusaha (18 K/L) telah menyelesaikan seluruh proses analisis tingkat risiko internal untuk seluruh kegiatan usaha. Selanjutnya, K/L menyelesaikan NSPK dan lampirannya yang mengatur seluruh proses bisnis perizinan berusaha.
Dengan begitu, Airlangga berharap semua perizinan telah diatur secara lengkap di RPP tersebut sehingga dipandang tidak perlu ada lagi pengaturan norma yang mengikat publik di tingkat Menteri atau aturan di bawahnya. Hal itu menjadikan RPP Perizinan Berusaha berbasis Risiko menjadi bagian dari penyederhanaan dan mengurangi hyper regulation.
Adapun ke-18 K/L yang telah menyelesaikan proses dan NSPK tersebut yaitu Kementerian: Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Kesehatan, Perhubungan, ESDM, PUPR, LHK, KKP, Kominfo, Pertahanan, Agama, Ketenagakerjaan, Dikbud, Parekraf, BPOM, Bapeten dan POLRI. Seluruh K/L itu telah menyusun NSPK berdasarkan norma dasar perizinan berusaha berbasis risiko yang telah disusun oleh Kemenko Perekonomian.
Selain NSPK, seluruh K/L tengah mengejar penyelesaian lampiran dari NSPK berupa Tabel KBLI berdasarkan tingkat risiko, kewajiban dan/atau persyaratan perizinan, standar usaha dan standar produk/ proses/ jasa. Hal itu akan menjadi acuan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan bisnisnya.