Kementan Sebut Harga Pupuk Naik karena Dana Subsidi Susut Rp 4,6 T
Haga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi naik dari Rp 300 menjadi Rp 500 per kilogram (kg). Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan kenaikan tersebut dipicu oleh turunnya anggaran subsidi pupuk tahun 2021 hingga sebesar Rp 4,6 triliun.
Anggaran subsidi pupuk tahun 2021 ditetapkan sebesar Rp 25,28 triliun dengan volume sebanyak 7,2 juta ton. Sementara tahun lalu, anggaran sebesar Rp 29,76 triliun dengan volume 8,9 juta ton.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menyebutkan, kenaikan HET pupuk bersubsidi juga berdasarkan usulan petani melalui Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) kepada Kementerian Keuangan.
"Ketika rapat di Kemenko, kami bacakan bahwa dalam kesimpulan tersebut Komisi IV setuju untuk menaikkan HET untuk menambah volume," kata Sarwo dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR, Senin (18/1).
Dia melanjutkan, kenaikan harga juga bertujuan untuk meminimalisir kesenjangan harga pupuk bersubsidi dan nonsubisidi. Di samping itu, HET pupuk bersubsidi juga tidak mengalami kenaikan sejak 2012, sedangkan harga pokok produksi (HPP) gabah hampir setiap tahun naik.
Kenaikan HET ini merupakan salah satu upaya Kementan dalam menutup kekurangan anggaran pupuk bersubsidi tahun ini. Kementan mencatat kekurangan anggaran untuk alokasi pupuk bersubsidi secara rata-rata mencapai Rp 7,3 triliun.
Meski demikian, Ketua Komisi IV DPR, Sudin, menyayangkan kebijakan untuk menaikkan HET pupuk bersubsidi ditengah pandemi Covid-19. Menurut dia, kenaikan tersebut dilakukan tanpa komunikasi dengan komisi IV.
“Sekarang harga naik, pupuk langka. Sebelumnya Komisi IV telah mengingatkan, kebutuhan pupuk harus dilakukan secara cermat. Begitu pun dengan mekanisme penyaluran kartu tani,” ujar Sudin.
Ia mengatakan, saat ini terdapat daerah yang mengalami kelangkaan pupuk. Jumlah petani pun masih jauh dari eRDKK. Sudin memberi contoh, jumlah petani di Lampung mencapai 687.000 orang, namun yang sudah menerima subsidi pupuk hanya 55.000 orang.
Senada, Anggota Komisi IV fraksi Partai Demokrat, Hati Nurani, mengatakan, kebijakan ini dinilai kurang tepat karena ekonomi masih mengalami penurunan, petani pun mengalami kesulitan.
“Saya sangat kecewa. Kebijakan ini juga kurang tepat karena situasi Covid-19. Kami belum pernah diajak diskusi mengenai pengambilan-pengambilan keputusan,” kata Nurani.
Fokus Kebijakan Pupuk Bersubsidi
Sarwo menjelaskan ada empat fokus kebijakan pupuk bersubsidi tahun ini. Pertama, petani yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar pada sistem eRDKK yang diinput pada 2020, serta Dinas Pertanian, provinsi, kabupaten, maupun kota bertanggung jawab atas alokasi atau relokasi di wilayahnya.
Kedua, perubahan NPK 15:15:15 menjadi NPK 15:10:12. Hal ini bertujuan untuk efesiensi HPP, sehingga menambah volume pupuk bersubsidi. Di sampung itu, langkah ini dapat meningkatkan kesuburan lahan sawah, karena lahan sudah jenuh dengan unsur fosfor dan potasium.
Ketiga, penebusan pupuk bersubsidi. Penebusan akan dilakukan pada wilayah yang siap infastruktur dengan kartu tani, serta wilayah yang belum siap dengan menunjukkan KTP dan mengisi formulir.
Keempat, kenaikan HET yang semula Rp 300 menjadi Rp 400 bertujuan untuk mengurangi kesenjangan harga pokok nonsubsidi. "Dari kenaikan HET itu kita mendapatkan efisiensi dana Rp 2,579 triliun," kata Sarwo.
Stok pupuk bersubsidi per tanggal 16 Januari 2021 mencapai 250% dari ketentuan stok minimum. Adapun rinciannya ketentuan stok minimum pupuk Urea sebesar 210.00 ton, pupuk NPK 149.677 ton, SP-36 ton, 51.743 ton, ZA 44.513 ton, serta pupuk organik 27.353 ton.
Namun perlu diketahui, penebusan pupuk bersubsidi tahun ini menggunakan kartu tani dan manual. Hal ini diatur dalam Permentan 49/2020.
Kemudian melalui Surat Direktur Pupuk dan Pestisida tanggal 30 Desember 2020, dijelaskan penyaluran pupuk bersubsidi bagi wilayah yang belum menggunakan kartu tani, agar dilakukan penebusan manual dengan menyampaikan fotokopi KTP.