DPR Kritik Program Kartu Tani yang Menyulitkan Petani Memperoleh Pupuk
Pemerintah telah meluncurkan kartu tani sejak 2017. Namun program ini banyak menuai kritik karena implementasinya yang banyak menghadapi kendala. Sehingga, alih-alih membantu petani, kartu tani malah lebih sering menyusahkan petani dalam mendapatkan pupuk bersubsidi.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sudin, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kementerian Pertanian, Kemenko Perekonomian, Bank Himbara, dan PT Pupuk Indonesia terkait penggunaan kartu tani.
“Saya setuju adanya kartu tani, tapi harus ada catatan. Pelaksanaan kartu tani harus dalam sistem siap, sehingga bisa diuji coba. Pemerintah harus memperhatikan kendala di lapangan dalam menyalurkan pupuk bersubsidi,” kata Sudin, Senin (18/1).
Sudin mengatakan, salah satu kendala yang menjadi sorotan adalah infastruktur jaringan internet yang masih lemah di daerah. Padahal, pada Januari tahun lalu, wilayah Jawa termasuk yang diusulkan untuk dijadikan pilot project, karena dianggap memiliki teknologi yang memadai.
Kartu Tani merupakan program pemerintah yang diharapkan bisa mempermudah petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Sebelum bisa mendapatkan kartu ini, petani harus terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Pangan Indonesia (SIMPI).
Pada 2020, realisasi subsidi pupuk diprediksi lebih rendah daripada alokasinya dalam APBN. Simak databoks berikut:
Petani yang akan membeli pupuk bersubsidi tinggal membawa Kartu Tani datang ke agen atau pengecer yang telah ditunjuk pemerintah. Petani hanya tinggal menggesek kartu ini pada mesin EDC di kios untuk membayar pupuk bersubsidi.
Sudin pun menyoroti kendala lainnya, seperti petani yang harus memiliki saldo aktif di kartunya. Dia mencontohkan, seorang petani harus membayar Rp 5 juta untuk mendapatkan distribusi pupuk. Namun, petani tersebut hanya memiliki uang Rp 3 juta.
“Petani itu kan membeli pupuk harus pakai kartu, tapi di kartunya harus ada saldo. Kalau tidak ada saldo, ya wassalam. Akhirnya, petani minta uangnya dikembalikan,” kata dia.
Senada, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Sutrisno menilai implementasi kartu tani berangkat dari ketidaksiapan. “Pada umumnya, kartu tani ini belum siap. Hadirnya kartu tani tidak akan memecah kelangkaan pupuk,” kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Prasarana dan Sarana Kementan, Sarwo Edhy, membenarkan adanya kendala dalam implementasi kartu tani. Hal itu seperti adanya perbedaan sistem aplikasi data bank, sehingga memerlukan waktu untuk menyelaraskan data yang berdampak pada terhambatnya pencetakan dan distribusi kartu.
Kemudian, terdapat data dukcapil daerah dan pusat yang tidak sinkron. Hal itu seperti pindah domisili, wafat dan lainnya. Hambatan lain adanya keterbatasan pola distribusi kartu tani karena pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, ada waktu distribusi kartu tani harus menunggu momen tertentu seperti pilkada, serta acara bupati maupun pejabat setempat. “Kemudian kesulitan sinyal pada beberapa wilayah juga menghambat transaksi,”’ ujar Sarwo.
Karena itu, dia meminta seluruh pihak, khususnya PT Pupuk Indonesia dapat memberikan instruksi kepada petani cara menggunakan kartu taninya. “Tujuannya agar petani yang sudah mendapat kartu tani dan kiosnya sudah terfasilitasi EDC, bisa menggunakannya,” kata dia.
Terkait kendala jaringan atau blank spot, Edhie telah meminta meminta Bank Himbara untuk menginventarisir daerah-daerahnya. Selanjutnya data tersebut akan dikoordinasikan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Sampai tanggal 3 Agustus 2020, Bank BRI memegang 2.819 wilayah blank spot di 15 provinsi, Bank Mandiri memegang 35 desa blank spot di 5 provinsi. Sedangkan Bank BNI menampung 888 desa di 9 provinsi,” ujarnya.