Dewas KPK & Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar Meninggal Dunia
Indonesia kembali ditinggalkan sosok penegak hukum terkemuka. Mantan Hakim Agung dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar meninggal dunia pada Minggu (28/2).
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan Artidjo sebagai tokoh penegak hukum yang penuh integritas. Bahkan sosok Artidjo dijuluki sebagai algojo oleh para koruptor.
Itu lantaran Artidjo tidak ragu menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor. Dia tidak peduli peta kekuatan dan dukungan politik para koruptor.
Adapun pertemun Mahfud dan Artidjo diawal di Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Saat itu Artidjo menjadi dosen di kampus tersebut.
"Tahun 1978 Artidjo menjadi dosen saya di FH UII. Dia juga yang menginsiprasi saya sebagai dosen dan menjadi aktivis penegak hukum dan demokrasi," kata Mahfud dalam akun Twitter pada Minggu (28/2).
Selain bekerja sebagai dosen, Artidjo juga bekerja sebagai pengacara. Menurut Mahfud, Artidjo bekerja sebagai pengacara yang lurus.
Selain itu, kedua tokoh tersebut pernah sama-sama menjadi visiting scholar (academic resercher) di Columbia University, New York pada 1990/1991. "RIP Mas Ar," ujar Mahfud.
Artidjo Alkostar menduduki jabatan tertinggi sebagai Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) bidang Pidana. Ia pensiun pada Mei 2018 setelah 18 tahun mengabdi.
Pria asal Situbondo ini dikenal karena pernah mengadili kasus korupsi yang melibatkan para tokoh, seperti Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Sutan Bhatoegana. Banyak di antaranya yang mendapat vonis lebih berat dari Artidjo.
Seperti Angelina Sondakh yang mendapat vonis 12 tahun dalam sidang kasasi yang dipimpin Artidjo. Padahal, vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pengadilan Tinggi hanya 4,5 tahun penjara.
Begitu juga Anas Urbaningrum yang oleh Pengadilan Tipikor divonis 8 tahun penjara. Tak puas setelah mendapat vonis 7 tahun penjara dari Pengadilan Tinggi Jakarta, ia mengajukan kasasi.
Namun, Artidjo justru menggandakan hukumannya menjadi 14 tahun penjara. Artidjo juga menguatkan hukuman seumur hidup bagi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Sedangkan hukuman bagi Luthfi Hasan Ishaaq dinaikkannya dari 16 tahun menjadi 18 tahun sesuai tuntutan Jaksa.
Adapun Artidjo memulai kariernya sebagai seorang advokat. Ia juga pernah menjadi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dari tahun 1989 hingga 1993.
Perjalanannya sebagai Hakim Agung bermula dari telepon dari temannya, Yusril Ihza Mahendra. Pada tahun 2000, Artidjo yang memiliki latar belakang sebagai hakim nonkarier dan advokat ini ditantang oleh Yusril untuk mendaftar sebagai hakum agung.
Artidjo pun sempat ragu karena dia merupakan advokat. Ternyata ia berhasil lulus dan diterima menjadi Hakim Agung di Tim Garuda yang mengatasi perkara pidana.
Selanjutnya, pada 2008 hingga 2014 ia ditunjuk menjadi Ketua Muda Pidana Umum. Akhirnya, pada 2014, Mahkamah Agung memberi kepercayaan pada Artidjo untuk menjadi Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung hingga masuk masa purnabakti. Mengisi masa purnabakti, Artidjo menjadi dosen hukum di almamaternya, UII Yogyakarta, kemudian mengurusi tanah dan warungnya di Madura.