Biaya Logistik di Indonesia Masih Paling Mahal di ASEAN

Image title
Oleh Doddy Rosadi - Tim Publikasi Katadata
1 Desember 2021, 11:22
Regional Summit 2021
Katadata

Staf ahli bidang logistik, intermodal dan keselamatan pada Kementerian Perhubungan, Cris Kuntadi, yang juga hadir dalam diskusi, menambahkan bahwa pada prakteknya, jalur tol laut sering difungsikan dengan mengabaikan sisi keekonomian.

“Kami pernah mengarahkan kapal untuk mengangkut beras dari Merauke menuju daerah- daerah terpencil di Papua. Kepentingan pendistribusian barang jadi perhatian utama,” ujarnya.

Cris melihat bahwa salah satu masalah terbesar yang menghalangi turunnya ongkos logistik adalah ketimpangan supply dan demand antara Indonesia bagian barat dan timur. Ia melanjutkan, sering kapal berangkat dari Surabaya, yang menjadi pusat distribusi, ke arah Indonesia bagian timur dalam kondisi penuh, tapi pulangnya mereka tidak mengangkut apa-apa, yang tentu saja mengakibatkan bengkaknya ongkos kirim.

Kondisi ini juga diamini oleh Trismawan Sanjaya, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, salah satu narasumber diskusi. Hanya saja, Trismawan menemukan bahwa hal itu dialami khususnya pada pengiriman antar perusahaan, atau Business to Business, sementara pada sektor e-commerce, dimana skema yang terjadi biasanya antara penjual dan pembeli, atau pembeli dan perusahaan, biasanya volume barang tidak menjadi masalah karena pengiriman dilakukan secara kumulatif, sehingga dapat menekan biaya pengiriman.

“Pengiriman dalam volume besar yang dilakukan oleh perusahaan, biasanya tidak lantas diimbangi oleh keterisian saat moda pengantar kembali. Sehingga unsur ini dimasukan dalam komponen biaya dan menyebabkan ongkos pengiriman yang tinggi,” ujarnya.

Untuk menyiasati hal ini, Budi Handoko, pendiri Shipper, perusahaan aggregator logistik dan pergudangan, mengatakan bahwa perusahaannya saat ini menyiapkan fasilitas Gudang di berbagai daerah, salah satunya untuk memastikan bahwa moda transportasi tidak kembali dalam keadaan kosong.

Saat ini, gudang milik Shipper berada di 35 kota dengan divisi pengantar yang mampu mencapai lokasi-lokasi terpencil.

“Kami menghimpun berbagai barang didalam gudang dan mengklasifikasikan produk, salah satunya berdasarkan asal pengiriman dan tujuan. Lalu sistem nantinya yang akan menyelaraskan barang yang bisa dikirimkan melalui moda transportasi yang baru saja mengantar barang supaya ongkos kirim bisa ditekan secara maksimal,” ujar Budi.

Budi mengakui bahwa penggunaan teknologi digital yang diterapkan pada sistem yang dipakai perusahaanya dapat memberikan panduan lengkap mengenai kondisi dan jumlah barang yang ada di gudang-gudangnya.

“Semoga pemerintah dapat juga menciptakan sistem yang sama dengan skala yang lebih besar, sehingga dapat mendukung niatan untuk menekan biaya logistik yang masih tinggi,” tambahnya.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi logistik saat ini, Shipper juga bekerjasama dengan Katadata Insight Center meluncurkan laporan komprehensif berjudul “Game Changer, How Digitalization Support the Growth of Logistics in Indonesia”, yang diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait untuk semakin memahami peta situasi terkini, tantangan yang dihadapi dan solusi yang dapat ditawarkan.

Stevanny Limuria, Wakil Kepala Riset dan Analisis Katadata Insight Center, mengatakan dari sejumlah survey dan studi yang telah dilakukan terkait upaya pembenahan kondisi logistik di Indonesia, sinergi menjadi kata kunci.


“Mengingat begitu banyak pihak lintas sektoral yang terlibat, maka sinergi menjadi kata kunci untuk membenahi kondisi logistik saat ini,” ujarnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...