Deretan Nama dalam Pusaran Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia
Kejaksaan Agung kembali menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Garuda Indonesia jenis ATR 72-600. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menyidik kasus pengadaaan ATR 72-600 hingga membawa ke pengadilan.
Penyidikan hingga persidangan korupsi pengadaaan ATR 72-600 ini disatukan dengan kasus korupsi pengadaan pesawat dari pabrikan Rolls-Royce, Airbus, dan Bombardier CRJ1000.
KPK memulai penyidikan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda sejak 2016. Dalam proses penyidikan, KPK bekerja sama dengan Serious Fraud Office (SFO) Inggris atau KPK Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK Singapura.
Putusan pengadilan tingkat kasasi memvonis Direktur Utama Emirsyah Satar dengan hukuman penjara delapan tahun. Sejak Februari 2021, Emirsyah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Berikut beberapa nama yang terungkap selama sidang di pengadilan:
Emirsyah Satar
Dirut Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar pertama kali ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengadaan pesawat pada 2017. Kemudian pada 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Emirsyah dengan kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Di masa kepemimpinannya, Emirsyah menjalankan program Quantum Leap untuk membenahi masalah bisnis Garuda. Salah satunya lewat pengadaan pesawat. Selama kurun 2008-2013, Emirsyah menekan kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat dengan nilai miliaran dolar AS, yakni Rolls Royce, Airbus SAS, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier.
Selama proses transaksi pengadaan pesawat itu dia menerima suap dari Soetikno Soedarjo yang berperan sebagai konsultan dan penghubung dari empat pabrikan pesawat. Soetikno menyuap Emirsyah sekitar Rp 46,3 miliar. Suap diberikan dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing yakni Rp 5,85 miliar, US$ 884 ribu, EUR 1,02 juta dan SG$ 1.189.208,00.
Khusus dalam pengadaan pesawat ATR 72-600, jaksa KPK di persidangan menyebut Emirsyah menerima uang senilai Sin$ 1.181.763,00 dari Soetikno untuk melunasi tagihan apartemen. Kemudian berupa Sin$ 6.470 dan Sin$ 975 dalam rangka penutupan rekening atas nama Woodlake Internasional di UBS Singapura.
Soetikno Soedarjo
Seperti halnya Emirsyah, Soetikno Soedarjo saat ini menjalani hukuman dalam kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda. Soetikno mendapat hukuman yang lebih rendah, yakni enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Soetikno merupakan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA), PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte Ltd. selama periode 2009-2014. Perusahaannya bergerak sebagai konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR.
Pengadilan membuktikan Soetikno menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar dan juga Hadinoto Soedigno sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Hadinoto Soedigno
Hadinoto Soedigno merupakan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 dan Direktur Produksi PT Citilink Indonesia periode 2012-2017. Emirsyah mengangkat Hadinoto setelah menggeser Sunarko Koentjoro yang dianggap tak bisa diajak kerja sama dalam proses pengadaan pesawat.
Hadinoto meninggal saat menjalani hukuman penjara pada Desember 2021. Pada Juni 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hadinoto terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Selain itu, Hadinoto dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti atas uang yang diterima dari Soetikno sekitar Rp 80 miliar.
Soetikno memberikan uang suap yang terdiri dari US$ 2,302 juta (sekitar Rp 32 miliar) dan SG$ 3,77 juta atau sekitar Rp 40,7 miliar (dengan kurs Rp 10.793 yang berlaku saat itu). Selain itu Hadinoto juga menerima hadiah berupa pembayaran makan malam, biaya penginapan serta pembayaran biaya pesawat pribadi.
Uang suap tersebut berasal dari empat pabrikan pesawat. Khusus dari Avions de Transport Régional (ATR) terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72-600, Hadinoto menerima US$ 300 ribu berupa transfer ke rekening miliknya di Standard Chartered Bank Singapura. Hadinoto menerima uang tersebut saat menjabat Direktur Produksi PT Citilink Indonesia.
Kapten Agus Wahjudo
Jaksa menyebut Kapten Agus Wahjudo menerima suap dari Soetikno untuk memperlancar pengadaan pesawat. Meski namanya masuk dalam dakwaan, Kapten Agus Wahyudo yang berperan menerbangkan pesawat berstatus saksi di pengadilan.
Agus juga dilibatkan sebagai anggota dari panitia pengadaan pesawat propeller PT Citilink Indonesia. Hasil kajian tim pada 2012 ini menyimpulkan dua pesawat yang sesuai untuk Citilink yakni ATR 72 dan Bombardier.
Di pengadilan, Agus mengaku menerima US$ 1,4 juta dari Soetikno Soedarjo. Agus mengatakan Soetikno mentransfer uang tersebut sebagai bekal pensiun. Uang tersebut telah dia setorkan ke rekening penampungan KPK atas permintaan penyidik.