Usai Periksa Eks Dirut Citilink, Kejaksaan Panggil Eks Direksi Garuda
Kejaksaan Agung meminta keterangan satu orang mantan direksi PT Garuda Indonesia Tbk sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi engadaan pesawat Garuda jenis ATR 72-600. Sebelumnya kejaksaan meminta keterangan dari mantan Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menerangkan saksi tersebut adalah inisial FF yang menjabat Direktur Layanan pada periode 2012-2014. FF menjabat saat perusahaan membuat keputusan pengadaan pesawat Garuda jenis ATR 72-600.
Inisial FF tersebut merujuk pada Faik Fahmi yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Angkasa Pura I. “Diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara,” ujar Leonard melalui keterangan resmi pada Jumat (18/2).
Pada 4 Februari lalu, Korps Adhyaksa telah meminta keterangan dari mantan komisaris yang menjabat saat perusahaan membuat keputusan pengadaan pesawat Garuda jenis ATR 72-600.
Mereka yakni Wendy Aritonang Yazid yang menjabat komisaris pada 2012, Bambang Rumbogo dan Chris Kanter. Bambang dan Chris ini menjabat komisaris pada 2013.
Untuk kepentingan penyidikan, Kejaksaan juga menerima menerima dokumen pengadaan pesawat Garuda Indonesia jenis ATR 72-600 dari Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra. Dokumen itu diperlukan untuk mengusut dugaan korupsi pengadaan pesawat Garuda.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi berharap tim penyidik dapat segera melakukan evaluasi gelar perkara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Garuda.
Terkait dengan potensi tersangka dalam kasus ini, Supardi masih enggan berkomentar banyak. "Mudah-mudahan nanti segera kita dapat konklusi," ujar Supardi.pada Kamis (3/2) malam.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan untuk kasus pesawat ATR 76-200 dilakukan pada masa inisial ES selaku Direktur Utama Garuda pada saat itu. Inisial ES merujuk pada Emirsyah Satar yang saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, sejak Februari 2021.
Putusan pengadilan tingkat kasasi memvonis Direktur Utama Emirsyah Satar dengan hukuman penjara delapan tahun. Emirsyah terbukti menerima suap Rp 49,3 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekitar Rp 87,464 miliar.
Dia diseret ke pengadilan pada akhir 2019 berkat penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengusut kasus pengadaaan ATR 72-600 hingga membawa ke pengadilan.
Penyidikan hingga persidangan korupsi pengadaaan ATR 72-600 ini disatukan dengan kasus korupsi pengadaan pesawat dari pabrikan Rolls-Royce, Airbus, dan Bombardier CRJ1000.
KPK memulai penyidikan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda sejak 2016. Dalam proses penyidikan, KPK bekerja sama dengan Serious Fraud Office (SFO) Inggris atau KPK Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK Singapura.