Komnas HAM Dalami Dugaan Gas Air Mata Kedaluwarsa, FIFA Audit Stadion
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mendalami dugaan gas air mata yang sudah kedaluwarsa saat tragedi di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur. Tragedi Kanjuruhan ini memakan korban 131 orang meninggal dunia.
"Soal kedaluwarsa itu informasinya memang kami dapatkan. Akan tetapi, memang perlu pendalaman," kata anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Senin (10/10).
Anam mengatakan, yang penting dalam kejadian itu ialah terkait dengan dinamika di lapangan, terutama soal penembakan gas air mata. Masalahnya hal itu pemicu utama timbulnya kepanikan sehingga banyak suporter atau Aremania yang turun berebut untuk masuk ke pintu keluar.
Mereka berdesak-desakan dengan kondisi mata yang sakit, dada sesak, susah bernapas, dan lain sebagainya menuju pintu yang terbuka namun kecil. Akibatnya, para suporter berhimpitan sehingga menyebabkan kematian.
"Jadi, eskalasi yang harusnya sudah terkendali kalau lihat dengan cermat, terkendali sebenarnya, itu terkendali. Akan tetapi, makin memanas ketika ada gas air mata," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, Komnas HAM juga menyoroti soal manajemen terkait dengan kuota di Stadion Kanjuruhan. Hal tersebut juga menambah konteks dalam melihat peristiwa nahas itu.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo membenarkan ada gas air mata yang sudah kedaluwarsa pada saat tragedi Kanjuruhan. Namun, efek yang ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.
Meski belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan, Dedi memastikan sebagian besar gas air mata atau CS (chlorobenzalmalononitrile) yang digunakan saat tragedi terjadi adalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.
FIFA Akan Audit Stadion Kanjuruhan
Presiden Joko Widodo meminta agar stadion yang digunakan untuk menggelar pertandingan sepakbola untuk diaudit. Permintaan ini menindaklanjuti permintaan Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) yang akan melakukan audit stadion yang digunakan pertandingan sepakbola.
Langkah FIFA ini setelah mereka tak memberikan sanksi dan membantu tranformasi sepak bola Indonesia. Keputusan FIFA ini berkat komunikasi Menteri BUMN Erick Thohir —yang juga mantan Presiden Inter Milan— dengan FIFA.
Pengamat sepakbola nasional Kesit Budi Handoyo sangat setuju dengan audit stadion ini. "Audit untuk stadion-stadion sepakbola di Indonesia yang belum atau tidak memiliki kelayakan dijadikan tempat pertandingan liga profesional atau laga-laga internasional,” kata Kesit dalam siaran pers.
Hampir semua stadion di Indonesia belum memenuhi standar kelayakan. Misalnya, kursi-kursi di tribun penonton yang sudah selayaknya diberi nomor sesuai dengan tiket. "Pintu-pintu masuk dan keluar stadion harus lebih respresentatif, penerangan di dalam maupun di luar stadion harus lebih dioptimalkan. Begitu juga ruang ganti pemain, wasit, sampai pada ruang untuk tim kesehatan, hingga area parkir,” ujar Kesit.
Mengingat banyak stadion yang belum layak alias belum memenuhi standar, Kesit menyarankan untuk segera melakukan inspeksi ke stadion-stadion. Apalagi, tahun 2023 Indonesia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Selain audit stadion Kesit menyatakan edukasi suporter juga tak kalah pentingnya dalam rangka reformasi sepakbola nasional. "Suporter harus rajin-rajin diberikan literasi soal bagaimana menjadi fans yang baik dan tidak bersikap anarkis, berjiwa sportif. Edukasi harus diberikan oleh PSSI, klub serta pemerintah,” katanya.