Jokowi Ungkap Alasan Kesehatan di Balik Larangan Rokok Ketengan
Presiden Jokowi berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah pada 2023 yang akan melarang penjualan rokok batangan atau ketengan. Kepala Negara menilai aturan tersebut akan menjaga kesehatan masyarakat.
"Untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya di beberapa negara justru sudah dilarang.," kata Presiden Jokowi dalam saluran resmi Sekretariat Presiden, Selasa (27/12).
Lebih lanjut dia mengatakan kebijakan di Indonesia malah lebih longgar. "Kita kan masih (mengizinkan) menjual rokok, tapi untuk yang batangan tidak dibolehkan," kata Jokowi.
Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id, hanya ada satu negara yang melarang penjualan rokok, yakni Bhutan sejak 2010. Sedangkan, Selandia Baru belum lama ini melarang penjualan rokok pada orang yang lahir setelah 1 Januari 2009.
Secara rinci, Peraturan Pemerintah terbaru akan merevisi Peraturan Pemerintah No. 109-2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Adapun, dasar pembentukan Peraturan Pemerintah tersebut adalah Undang-Undang No. 36-2009 tentang Kesehatan.
Dalam PP tersebut ada lima poin lain yang akan diatur selain pelarangan penjualan rokok secara batangan, yakni luas gambar dan tulisan peringatan pada produk tembakau, rokok elektrik, iklan produk tembakau di semua jenis media, penegakan dan penindakan, dan penerapan Kawasan Tanpa Rokok atau KTR.
Rencana penerbitan tersebut juga diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan PP Tahun 2023. Sedangkan pemrakarsa aturan ini adalah Kementerian Kesehatan.
Selain itu, Jokowi juga akan menerbitkan Rancangan Peraturan Presiden yang mengatur peta jalan kebijakan industri hasil tembakau. Aturan ini akan mengatur ketentuan tarif cukai, diversifikasi produk tembakau, dan peningkatan kinerja ekspor.
Pemerintah juga menetapkan kenaikan rata-rata cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok naik rata-rata 10% pada tahun depan. Kementerian Keuangan memastikan kenaikan tersebut tak akan berdampak signifikan kenaikan jumlah pengangguran.
Dalam hitung-hitungan Kemenkeu, kenaikan rata-rata tarif cukai rokok tahun depan 10% menyebabkan kenaikan inflasi pada kisaran 0,1% hingga 0,2%. Dampaknya ke pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan juga relatif kecil.
Banyak negara berupaya mengendalikan konsumsi rokok melalui strategi pengenaan pajak dan cukai tembakau. Namun, kebijakan itu diterapkan secara berbeda-beda di tiap negara sehingga hasilnya tidak selalu efektif.
Tobacconomics, lembaga riset asal Amerika Serikat, menilai performa kebijakan pajak dan cukai rokok beberapa negara melalui empat indikator.
Negara yang mendapat nilai tertinggi adalah Ekuador dan Selandia Baru. Setelahnya ada Inggris, Kanada, Botswana, Prancis, Peru, Seychelles, Bahrain, dan Chile dengan rincian skor seperti terlihat pada grafik berikut ini: