Awan Mendung Nasib Pekerja Rumahan di Pesisir Jakarta

Muhamad Fajar Riyandanu
29 April 2023, 07:20
Aksi unjuk rasa buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (16/11/2020).
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Aksi unjuk rasa buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (16/11/2020).

Sebelum menggarap puzzle anak, Een pernah menerima berbagai pekerjaan. Dia pernah memasukkan mainan ke dalam bungkus makanan pasta coklat dan menerima pengeleman kertas bungkus untuk perusahaan makanan ayam goreng ternama.

Dari sekian banyak pekerjaan yang pernah dilakukan, upah pengeleman kertas bungkus ayam goreng yang paling baik. Dia menerima imbal jasa Rp 35 per bungkus. Dalam sehari saya bisa mendapatkan Rp 10 ribu atau Rp 300 ribu per bulan,” kata Een.

Ibu rumah tangga sekaligus pekerja rumahan.
Ibu rumah tangga sekaligus pekerja rumahan. (Katadata/Fajar Riyandanu)

Muhiyah dan Een termasuk dalam kategori pekerja rumahan. Jaringan Perempuan Pekerja Rumahan (JRPI) Jakarta mencatat ada 375 pekerja rumahan yang telah terkoordinir hingga Desember 2022. Mereka seluruhnya adalah ibu rumah tangga yang sehari-hari menyambi sebagai buruh lepas di rumah masing-masing.

Ketua JRPI Jakarta, Muhayati, menjelaskan bahwa praktik pekerja rumahan dibagi menjadi dua kategori, yakni kategori kerja mandiri atau Self-Employed (SE) dan Putting Out System (POS). SE adalah para pekerja rumahan yang cenderung mengelola usahanya secara mandiri di rumah dari tahap proses produksi hingga pemasaran. Contoh pekerja mandiri yang masuk kategori SE adalah jasa permak, binatu dan warung tegal atau Warteg.

Sedangkan POS adalah istilah yang merujuk pada para pekerja rumahan yang mengambil atau mendapatkan pekerjaan dari pemberi kerja. Mekanisme POS seringkali membuat para pekerja rumahan terjebak di budaya kerja dengan upah yang tak sebanding dengan jam kerja yang begitu lama, risiko pekerjaan, dan biaya listrik yang harus digunakan sepanjang hari untuk menyelesaikan pekerjaan. Sistem seperti ini sudah menjadi bagian dari rantai pasok sejak tahun 1880-an di Inggris, Eropa, hingga Australia.

“Biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi misalnya listrik, itu ditanggung sama pekerja sendiri. Kami juga tidak punya jaminan kesehatan dan rentan dengan pemutusan hubungan kerja,” kata Muhayati saat ditemui di rumahnya di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara pada Januari lalu.

Muhayati bilang, para pekerja rumahan di Indonesia belum mendapat hak K3 dan menerima upah rendah karena belum diakui keberadannya oleh pemerintah. Hingga sejauh ini, Indonesia belum meratifikasi Konvesi Organisasi Buruh Internasional (ILO) Nomor 177 tentang Kerja Rumahan.

Jika merujuk pada definisi pekerja pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja rumahan dapat dikategorikan sebagai pekerja. Namun, pekerja rumahan dianggap sebagai pekerja yang berada di luar hubungan kerja. Istilah pekerja rumahan tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan.

Menurut Muhayati, profesi pekerja rumahan kerap dilihat sebagai sektor informal yang berarti pekerja rumahan tidak termasuk di dalam lingkup hubungan kerja. Kondisi yang demikian disebut sebagai bentuk informalisasi sektor formal. “Ada hubungan kerja tapi tidak diakui,” kata Muhayati.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merilis hasil kajian yang menunjukan rentannya nasib pekerja rumahan. Mereka bekerja dengan lembur panjang, tanpa hak lembur. Hampir 30% perempuan pekerja rumahan bekerja lebih dari 8 jam hingga 15 jam sehari, seringkali bisa menghabiskan lebih dari 18 jam sehari jika sedang dikejar target. Para pekerja rumahan pun menerima gaji di bawah upah minimum di wilayah masing-masing.

Kandas Uji Materi di Mahkamah Konstitusi

Untuk memperbaiki status pekerja rumahan menjadi lebih baik, JPRI mengajukan peninjauan kembali atau judicial review terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Agustus 2022. Dalam perjuangan itu, JPRI yang diwakili oleh Muhayati dan Een bersama tiga sejawatnya didampingi oleh Trade Union Rights Centre atau TURC.

Koordinator Program TURC, Nadia Himmatul Ulya, mengatakan profesi pekerja rumahan bukanlah subjek hukum yang dapat dilindungi oleh peraturan perundangan-undangan yang berlaku, baik itu oleh UU Ketenagakerjaan, maupun Undang-Undang 1 Tahun 1970 tentang K3. Para pekerja rumahan harus siap untuk menanggung beban kecelakaan kerja secara mandiri.

Tujuan judicial review juga berupaya untuk melegalkan penyediaan BPJS ketenagakerjaan bagi para pekerja rumahan lewat mekanisme penerima bantuan iuran. “Supaya pekerja rumahan itu seenggaknya punya BPJS ketenagakerjaan yang dibayarkan oleh pemerintah,” ujar Nadia.

Materi uji materi yang diajukan yakni Pasal 1 angka 15, dan Pasal 50 UU Ketenagakerjaan, terkait kerancuan hukum dan tumpang tindih antara istilah atau definisi pengusaha dan pemberi pekerja pada Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam konteks hubungan kerja.

Pembatasan hubungan kerja dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 dan Pasal 50 UU Ketenagakerjaan dinilai menyebabkan hak-hak pekerja yang bekerja pada selain pengusaha, menjadi terabaikan dan menjadi tidak diakui oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Pada 31 Januari 2023, sembilan Hakim Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Ketua MK Anwar Usman mengatakan Mahkamah menolak dalil-dalil permohonan yang disampaikan oleh pemohon.

AKSI HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL DI BANDUNG
AKSI HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL DI BANDUNG (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.)

Kendati demikian, Mahkamah menyebut pekerja rumahan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pekerja formil. Mahkamah meminta Kemnaker untuk segera membuat aturan yang bersifat lebih spesifik bagi pekerja rumahan sehingga hak para pekerja rumahan dapat diatur di dalamnya. “Pekerja rumahan tentunya menjadi bagian yang harus diperhatikan oleh pemerintah,” kata Anwar Usman saat membacakan putusan sidang.

Mahkamah mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada para pekerja rumahan sebagai bagian dari kebijakan strategis dalam upaya memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat. Lewat peraturan daerah, hak-hak pekerja rumahan dapat terlindungi secara baik sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

“Hal tersebut seyogyanya segera dilakukan sebagai upaya dari negara untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada para pekerja rumahan,” ujar Anwar Usman.

Meski uji materi kandas, Muhayati tetap berharap para pekerja rumahan mendapat perlakuan lebih baik. Dia pun mengubah strategi dengan mengorganisasi di lingkungan RT dan RW setempat. “Pengorganisasian pekerja rumahan tidak akan berhenti. Berorganisasi itu kan saling membantu,” kata Muhayati.

Menurutnya, peran RT dan RW diharap bisa menjadi mediator bagi para pekerja rumahan untuk memeroleh layanan secara kontinu dari Puskesmas. Forum berkala itu telah berjalan seiring langkah JPRI yang sudah mengunci kesepakatan dengan Puskesmas Penjaringan.

Puskesmas juga diharap dapat turun langsung untuk memberikan sosialisasi kepada para pekerja rumahan perihal keselamatan dan kesehatan kerja yang selama ini menjadi urgensi bagi para pekerja rumahan.

JPRI juga berencana untuk melobi pihak perusahaan dan pemberi kerja untuk lebih peduli terhadap hak pekerja rumahan. Hak yang ditagih tak melulu dalam bentuk uang tunai, melainkan fasilitas sederhana seperti penyediaan masker kepada para pekerja pengeleman insole sepatu hingga jatah sembako pada momentum hari raya.

Sembari menjalankan hal tersebut, JPRI juga memperkuat solidaritas antar pekerja rumahan dengan membangun koperasi sembako yang telah terbentuk pada Agustus 2020. Koperasi sembako adalah koperasi jual beli, dimana anggota kelompok yang kemudian menjadi anggota koperasi membeli bahan-bahan sembako pokok di koperasi kelompok. “Jadi soal advokasi ini dari akar rumput sampai ke atas pun harus tetap berjalan secara bersamaan,” kata Muhayati.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...