KPK dan TNI Sita 2 Boks dan 1 Koper Barang Bukti dari Basarnas
Penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah Kantor Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas pada Jumat (4/8). Dari hasil penggeledahan penyidik gabungan mengangkut dan menyita dua boks dan satu koper berisi barang bukti.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono mengatakan barang bukti milik Basarnas itu kemudian disita oleh Puspom TNI dan KPK untuk keperluan penyidikan kasus suap terhadap lima tersangka. Mereka adalah Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm. Afri Budi Cahyanto serta tiga warga sipil sebagai pemberi suap.
Julius menjelaskan barang bukti yang disita dua tim penyidik itu berupa bukti transaksi pencairan cek dan dokumen administrasi keuangan pekerjaan pengadaan pendeteksian korban reruntuhan. Adapula dokumen dan surat penting lainnya tentang pengadaan barang/jasa Basarnas Tahun 2023.
Kemudian, penyidik juga menyita rekaman CCTV di Basarnas terkait penanganan kasus suap yang melibatkan HA. Adapun penggeledahan di Kantor Basarnas berlangsung sejak pukul 10.00 WIB dan rampung pada pukul 17.00 WIB. Sebanyak 22 penyidik Puspom TNI dan delapan penyidik KPK memeriksa dan menggeledah semua ruangan di Kantor Basarnas yang diyakini terkait dengan kasus suap Kabasarnas.
“Selesai penggeledahan, kedua tim penyidik dari Puspom TNI dan KPK tersebut membawa 2 boks dan 1 koper barang bukti yang selanjutnya dibawa ke masing-masing kantor penyidik baik ke Puspom TNI maupun ke KPK setelah dibuatkan berita acara penyitaannya,” kata Julius seperti dikutip dari Antara, Sabtu (5/8).
Lebih jauh ia menyampaikan penggeledahan yang dilakukan bersama-sama oleh Puspom TNI dan KPK menunjukkan sinergitas dua lembaga dalam mengungkap kasus suap di Basarnas. Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sebelumnya telah menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas.
Komandan Puspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko saat jumpa pers di Mabes TNI, Jumat (31/7) menjelaskan penetapan tersangka dua perwira aktif TNI itu berdasarkan hasil pemeriksaan kepada mereka dan para saksi dari pemberi suap. Henri dan Afri pada hari yang sama saat mereka ditetapkan sebagai tersangka langsung ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Dari kesimpulan awal berdasar pemeriksaan terhadap Afri penyidik menemukan pemberi suap, MR atau Marilya alias Bu Meri menyerahkan uang Rp 999,7 juta kepada Afri pada 25 Juli 2023. Suap diberikan di berikan parkiran Bank BRI Mabes TNI AL, Jakarta.
“Sepengakuan Afri uang tersebut adalah profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dikerjakan oleh PT Intertekno Grafika Sejati,” kata Marsda Agung.
PT Intertekno Grafika Sejati merupakan pemenang tender pengadaan alat dari Basarnas. Marilya dalam kasus itu merupakan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati.
Menurut Danpuspom, profit sharing hanya istilah dari pribadi ABC untuk memperhalus bahasa suap.Pemberian suap dilakukan atas perintah Henri kepada Afri yang disampaikan secara langsung pada 20 Juli 2023.
Marsda Agung melanjutkan dua prajurit TNI itu diyakini melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.