Menko Mahfud Perintahkan Aparat Hati-Hati Tangani Masalah di Rempang
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memberikan perintah kepada petugas keamanan untuk lebih hati-hati dalam menangani polemik pengukuran dan relokasi warga Rempang, Batam Kepulauan Riau yang terdampak pengembangan kawasan Eco City. Mahfud mendorong aparat penegak hukum (APH) menggunakan pendekatan persuasi dan dialog terbuka dalam melayani protes warga.
"Saya harap kepada APH di daerah supaya berhati-hati menangani," kata Mahfud di Istana Merdeka pada Senin (11/9).
Mahfud menjelaskan, relokasi lahan warga terdampak pengembangan Eco City Rempang sudah menemui kesepakatan antara mayoritas masyarakat dengan Pemerintah Daerah, Pengembang dan DPRD. Kesepakatan itu sudah disampaikan kepada warga.
Menurut Mahfud, kesepakatan multi pihak itu terjadi pada tanggal 6 September. Adapun pihak pengembangan Kawasan tersebut adalah PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha milik Tomy Winata.
Ia pun menjelaskan persoalan hukum di Rempang sudah selesai. Menurut dia, pada 2001 dan 2002 diputuskan pengembangan wisata di pulau-pulau yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya Pulau Rempang. Kemudian pada 2004 dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara BP Batam atau pemda untuk pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau tersebut. Sebelum pengembangan, kata Mahfud, pemda sudah mengeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.
"Ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan, sudah ada penghuni lama dan seterusnya sehingga diselesaikan. Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU itu dibatalkan semua oleh Menteri LHK," jelas Mahfud lagi.
Dia lalu menjelaskan perintah pengosongan yang saat ini mulai berjalan seiring dengan kegiatan yang sudah mulai masuk masa pengukuran seperti telah disepakati pada 2004. Selanjutnya, pada 6 September 2023 dilakukan musyawarah antara pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat yang menghasilkan kesepakatan relokasi terhadap 1.200 kepala keluarga.
"Semua itu sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju pada pertemuan tanggal 6. Yang hadir di situ rakyatnya sekitar 80% setuju semua. Nah, itu yang itu kemudian yang belum terinformasikan," ujar Mahfud.
Dia beranggapan bahwa kerusuhan yang terjadi di Rempang pada Kamis, 7 September lalu dipicu oleh ulah provokator yang tidak berkaitan dengan relokasi lahan warga. "Demonya meledak tanggal 7, sehingga ada 8 orang diduga provokasi dan tidak ada kepentingan di situ," kata Mahfud.
Ganti Rugi Relokasi Warga Rempang
Mahfud menjelaskan bahwa BP Batam telah menyatakan komitmen untuk menyediakan lahan untuk warga Rempang yang direlokasi untuk pengembangan Kawasan Rempang Eco City. Masyarakat terdampak juga diberikan uang sangu senilai Rp 1.034.636 per orang dalam setiap kartu keluarga (KK) per bulan. Biaya tersebut digunakan untuk biaya hidup selama masa relokasi dan pembangunan hunian dari pemerintah.
Tiap keluarga terdampak relokasi mendapatkan tanah 500 meter persegi dan bangunan rumah ukuran tipe 45 senilai Rp 120 juta. Menurut Mahfud, ada 1.200 KK terdampak yang berdiri di atas lahan 2.000 hektar. "Uang tunggu itu diberikan sambil menunggu dapat rumah di dekat pantai," ujar Mahfud.
Sebelumnya, sejumlah warga Rempang terlibat bentrok dengan petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam BP Batam, dan Satpol PP pada saat pengukuran untuk pengembangan kawasan Eco City pada Kamis, 7 September lalu. Hari ini saat warga melakukan unjuk rasa di kantor BP Batam kericuhan kembali pecah.
Berdasarkan laporan dari Antara, petugas gabungan memukul mundur massa pengunjuk rasa dari depan Kantor BP Batam sekira pukul 15.30 WIB. Mereka terus mendorong warga hingga akhirnya berhenti di depan Gedung Lembaga Adat Melayu Batam.