Cerita Erry Riyana saat Bertemu Jokowi Membahas Pencalonan Gibran
Ramainya isi soal dinasti politik menyusul ditunjuknya Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden dibahas mendalam oleh Presiden Joko Widodo dengan Erry Riyana Hardjapamakas di Istana Negara. Pertemuan dengan Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, dilakukan sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan jalan Gibran menjadi Cawapres.
Erry menceritakan pertemuan tersebut dalam wawancara dengan Wahyu Muryadi atau Om Why, dalam segmen 'Pergulatan Politik' (Gultik) yang ditayangkan di kanal YouTube Katadata. Ia menjelaskan, undangan pihak Istana itu sejatinya ditujukan untuk esais sekaligus Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad (GM).
Ini menyusul adanya pesan berantai WhatsApp yang ditulis oleh GM, mengenai proses Gibran sebagai bakal Cawapres Prabowo saat itu.
Erry mengatakan, bahwa dirinya diceritakan oleh Abdee Spank, bahwa Presiden sempat membaca pesan berantai yang merupakan benih-benih Maklumat Djuanda, yang beranggotakan sejumlah kalangan yang berisikan akademisi, budayawan hingga relawan Jokowi.
Mereka membacakan Maklumat Juanda pada Senin 16 Oktober malam, usai MK mengesahkan kualifikasi capres dan cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun, atau pernah menjadi kepala daerah pada siang harinya. Keputusan tersebut menjadi dasar Gibran menjadi peserta Pilpres 2024.
Petisi itu menegaskan jika Reformasi kembali ke titik nol, ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti.
"Sebelum Abdee menghubungi saya, ia mengatakan, bahwa Goenawan Mohamad tidak bisa hadir. Lalu, beliau menunjuk saya," kata Erry Riyana.
Erry bercerita, pertemuan di Istana Merdeka Jakarta pada Ahad malam itu hanya dihadiri oleh empat orang, termasuk Jokowi, Abdee dan Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
Pertemuan berdurasi sekitar 45 menit itu, lebih banyak membahas isu stabilitas politik dalam negeri dan perekonomian bangsa, serta membahas soal langkah Gibran untuk maju sebagai cawapres Prabowo.
Erry menceritakan, menurut penjelasan Jokowi, gagasan Gibran untuk ikut Pilpres 2024 merupakan dorongan dari Prabowo. Jokowi sendiri sempat menolak ajakan tersebut sampai empat kali.
"Sampai akhirnya diterima ketika hasil survei menunjukkan Pak Prabowo melesat. Akhirnya silakan saja, asal sesuai aturan. Itu ceritanya Pak Jokowi," ujar Erry.
Di tengah pertemuan tersebut, Jokowi menanyakan usulan dan langkah apa yang harus dilakukan di tengah menguatnya isu dinasti politik di masyarakat.
Merespons pertanyaan tersebut, Erry mengatakan, bahwa banyak pihak ingin melihat Jokowi menyelesaikan jabatannya dengan baik, dengan elegan sebagai negarawan yang dikenang oleh banyak orang dalam jangka panjang.
Ia juga berharap Jokowi menyampaikan secara publik, bahwa apapun keputusan MK, Gibran sebaiknya kembali ke Solo menyelesaikan masa jabatan sebagai Wali Kota sampai selesai dan tetap loyal kepada partai pendukung.
"Saya lihat Presiden menanggapi serius, jadi saya senang. Ada harapan," ujar Erry.
Usul Tak Dijalankan, Gibran Tetap Melenggang Menjadi Cawapres
Rasa harap itu segera sirna ketika MK mengesahkan kualifikasi capres dan cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun, atau pernah menjadi kepala daerah pada siang harinya.
Gibran tetap melenggang sebagai Cawapres dan kini Prabowo-Gibran telah mendapatkan nomor urut 2 dari Komisi Pemilihan Umum, pada 14 November lalu.
"Saya berharap beliau serius menerima usulan kami, dan saya pikir akan melaksanakan. Tapi ternyata saya GR-nya kelewatan," ujar Erry.
Ia pun menyayangkan sikap Jokowi yang terus membiarkan Gibran untuk maju. Erry menilai, majunya putra sulung Jokowi sebagai Cawapres Prabowo tak lepas dari peran Mantan Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman Gibran.
"Sebetulnya saya kasihan sama Mas Gibran juga. Mas Gibran kan potensinya ada. Seandainya di sana tidak ada pamannya, mungkin tidak ada masalah. Masalahnya kan di sana ada pamannya. Boleh saja kita curiga kan," kata Erry.
Menurutnya, Gibran sebaiknya tetap menjadi Wali Kota Solo selama lima tahun dan mematangkan diri, serta menunjukkan integritas. Jika itu terjadi, maka putra sulung Jokowi tersebut memiliki kans untuk menjadi Gubernur, mengikuti jejak ayahnya.
Ia pun tidak mempermasalahkan pribadi Gibran, yang masih berusia muda. Melainkan prosesnya yang memunculkan persepsi kuat di masyarakat bahwa ini ada sedikit pemaksaan, dan kemungkinan adanya intervensi terhadap MK.
Hal ini kemudian ditegaskan oleh MKMK, yang akhirnya menyimpulkan bahwa ada tindakan pelanggaran etika berat yang dilakukan oleh Anwar Usman.