Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Tidak Lewat Pilkada
Rapat Paripurna DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk dibahas ke tingkat selanjutnya menjadi RUU inisiatif DPR. RUU DKJ awalnya merupakan inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Keputusan tersebut merupakan kesepakatan 8 fraksi dalam rapat paripurna ke-10 penutupan masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 yang digelar Selasa (5/12). Adapun Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi yang menolak RUU DKJ untuk ditetapkan menjadi RUU usulan DPR.
Salah satu poin yang diusulkan dalam draft RUU DKJ adalah adanya rencana gubernur dan wakil guberur Jakarta dipilih oleh presiden setelah nanti tak lagi menyandang status ibu kota. Rancangan itu telah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di tingkat selanjutnya.
Penunjukan gubernur oleh presiden itu tertuang di dalam Pasal 10 ayat (2) draf RUU. Pada intinya aturan itu menyatakan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden dengan memperhatikan pendapat atau usulan DPRD.
Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi alias Awiek membenarkan adanya aturan baru tersebut. Nantinya, kata Awiek, berdasarkan draf RUU itu tak ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Daerah Khusus Jakarta. Awiek pun menyinggung biaya yang cukup mahal dalam penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta.
"Pengalaman DKI Jakarta membutuhkan cost yang cukup mahal karena Pilkadanya harus 50% plus 1," kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12).
Menurutnya, anggaran yang besar itu lebih baik dialihkan untuk pembangunan lain. "Karena dengan status non-Ibu Kota itu nanti situasinya pasti berbeda," kata Awiek.
Selain itu, ia pun menggambarkan banyaknya aset-aset nasional yang dimiliki pemerintah pusat dan masih berada di Jakarta. Sehingga, pemerintah pusat perlu campur campur tangan.
"Gedung DPR itu masih di sini, Kementerian masih di sini, terus mau diapakan? Mau dilepas begitu saja? kan tidak mungkin. Jadi masih ada keterkaitan antara IKN Nusantara dengan DKJ. Itulah yang kemudian membuat kita win-win solution-nya seperti itu," kata Awiek.
Di sisi lain, Awiek menganggap tak ada penghapusan demokrasi jika nantinya diterapkan. Pasalnya, DPRD yang mengusulkan nama pun menurut Awiek merupakan proses demokrasi.
"Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang, karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi. Jadi ketika DPRD mengusulkan, yaitu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," kata Awiek.
Ditolak PKS
Sebelumnya persetujuan penetapan RUU DKJ menjadi inisiatif DPR di rapat paripurna yang digelar Selasa (5/12) mendapat penolakan dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Sikap PKS yang menolak RUU DKJ untuk ditetapkan menjadi RUU usulan DPR disampaikan oleh Hermanto yang saat ini menduduki kursi anggota Komisi IV DPR.
PKS menilai waktu penyusunan RUU DKJ terlalu tergesa-gesa dan minim partisipasi masyarakat. PKS juga beranggapan bahwa DKI Jakarta masih layak untuk menjadi ibu kota negara. Hermanto mengatakan bahwa pembahasan mengenai RUU DKJ harus lebih dulu sebelum pengesahan UU IKN pada 3 Oktober lalu.
“Kami menyimpulkan DKI Jakarta masih layak menjadi Ibu Kota Negara, maka kami fraksi PKS menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Tentang DKJ untuk ditetapkan menjadi Rancangan Undang-Undang usulan DPR RI,” kata Hermanto.