Kejagung Nilai Pelaporan Jampidsus ke KPK Keliru, Ini Alasannya

Ade Rosman
29 Mei 2024, 17:02
kejagung, kpk, kejaksaan
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi (kanan) didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana (kedua kanan) memberikan keterangan pers terkait kasus tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Kejagung, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Button AI Summarize

Kejaksaan Agung menyebut pelaporan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keliru.

Febrie dilaporkan terkait isu pelelangan terhadap saham PT Gunung Bara Utama (GBU). Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana lalu menjelaskan alasan pelaporan Febrie ke KPK adalah kekeliruan.

Ia mengatakan, pelaksanaan proses lelang dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan.

Proses pelelangan yang dilakukan Pusat Pemulihan Aset Kejagung dengan Dirjen Kekayaan Negara terkait Aset PT GBU dilaksanakan setelah adanya putusan Pengadilan dari Mahkamah Agung pada 24 Agustus 2021.

“Jadi pelaporan yang ditujukan untuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus adalah laporan yang keliru,” kata Ketut dalam keterangannya, Rabu (29/5).

Ketut menjelaskan awalnya PT GBU akan diserahkan ke Bukit Asam yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun ditolak karena PT GBU memiliki banyak masalah seperti utang serta banyaknya gugatan.

Kemudian, Kejagung melalui Jampidsus melakukan proses penyidikan yang disusul oleh upaya gugatan perdata dari PT Sendawar Jaya dan Kejagung kalah dalam gugatan itu. Belakangan, pada tingkat banding, Kejagung memenangkan gugatan.  

Setelah gugatan dimenangkan di Pengadilan Tinggi, Kejagung lalu meneliti berkas dalam gugatan tersebut. Saat itu, korps adhyaksa menemukan dokumen palsu sehingga ditetapkanlah Ismail Thomas sebagai tersangka yang kini sudah diadili.

Ketut menjelaskan, proses pelelangan PT GBU dilakukan penilaian dalam 3 appraisal. Pertama, yaitu terkait dengan aset atau bangunan alat bangunan yang melekat pada PT GBU dengan nilai kurang lebih Rp 9 miliar.

Kemudian ada juga perhitungan oleh appraisal yang kedua terkait dengan PT GBU dengan nilai Rp 3,4 triliun. Dari kedua appraisal, dilakukan satu proses pelelangan pertama, tetapi satu pun tidak ada yang menawar.

Berdasarkan hal itu, Ketut membantah adanya kerugian sebesar Rp 9 triliun dari proses pelelangan tersebut karena tidak ada yang melakukan penawaran terhadap appraisal senilai Rp 9 triliun. Sedangkan yang laku hanya senilai Rp 9 miliar. 

Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...