Cukai MBDK Berlaku Juli Nanti, Mengapa Ini Penting?
Pemerintah bakal memberlakukan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada semester II-2025. Hal ini dipastikan oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto.
Menurut Nirwala, cukai MBDK akan diterapkan demi menekan tingginya konsumsi gula dan dampaknya terhadap kesehatan, terutama diabetes, di Indonesia. "Tentunya kita akan pasang threshold. Seberapa? Lagi digodok. Nanti akan dibahas di PP (peraturan pemerintah)," ujar dia, Jumat (10/1).
Selain PP, rincian mengenai cukai MBDK juga akan ditungkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Peraturan Direksi Jenderal (Perdirjen). Beleid itu, tutur Nirwala, bakal merinci jenis produk yang terkena cukai, mekanisme pembebasan, hingga pengawasan.
Sebelumnya, pemerintah maju-mundur kapan cukai MBDK bakal diterapkan. Pada 6 Januari lalu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menyatakan pemerintah masih memantau kondisi ekonomi tahun ini. "Kami akan melihat perkembangan pada triwulan I dan II 2025," katanya.
Pada Agustus 2024 lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menolak rencana ini. Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menilai penetapan cukai MBDK akan mengerek harga produk dan memicu turunnya daya beli masyarakat. "Ini akan berdampak kepada permintaan produksi dan pengurangan tenaga kerja," katanya.
Pakar kesehatan masyarakat, Tjandra Yoga Aditama, menilai pemerintah perlu fokus dalam menegakkan cukai MBDK demi kesehatan masyarakatnya ketimbang dampak ekonomi yang bakal ditimbulkan.
"Kesehatan bukan segalanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak mungkin," ujar Tjandra dalam keterangan tertulisnya yang diterima Katadata.co.id, Sabtu (11/1).
Selain cukai, Tjandra melanjutkan, pemerintah juga perlu memasifkan edukasi. Tujuannya agar masyarakat paham mengapa konsumsi gula harus diatur dan berapa banyak takaran yang tepat.
"Misalnya, penyuluhan kesehatan secara berkala. Lalu penggunaan label di kemasan yang menyebutkan kandungan gula, dan kalau mungkin, mencantumkan risiko bahayanya," ujar Tjandra.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat peningkatan prevalensi diabetes pada penduduk berusia di atas 15 tahun. Jumlahnya naik dari 10,9% pada 2018 menjadi 11,7% pada 2023. SKI bahkan memproyeksi jumlah penderita diabetes akan mencapai 28,6 juta orang pada 2045.
Em Yunir, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di bidang endokrin, metabolik, dan diabetes, menjelaskan meningkatnya prevalensi diabetes di Indonesia tak bisa dilepaskan dari gaya hidup dengan konsumsi gula berlebih. "Makanan kaya gula bisa dibeli dengan mudah, bahkan lebih dari satu kali sehari," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (09/1).
Kebiasaan ini, apalagi dimulai sejak kecil, menurut Yunir, menciptakan preferensi rasa yang membuat makanan tanpa gula terasa kurang nikmat.
Di sisi lain, diabetes ternyata sering kali dipengaruhi komponen genetik. "Kalau ada faktor keluarga yang diabetes, risiko itu meningkat. Namun, genetik hanyalah bakat," kata Yunir.
Jika "bakat" tersebut juga disokong oleh konsumsi gula yang jor-joran, apa pun jenis gulanya, diabetes akan menjadi keniscayaan. Pankreas yang memproduksi insulin demi mengatur kadar gula darah akan kewalahan. Dengan kemampuan pankreas menurun, kadar gula darah akan meningkat hingga mencapai level diabetes.
"Kalau sudah diabetes, maka kerusakan dalam tubuh akan terus jalan," kata dokter yang bertugas di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo itu. "Kelebihan gula darah yang di atas normal akan memperburuk fungsi organ mata, ginjal, jantung, dan sebagainya. Itu glucose toxicity alias keracunan gula, dan lipotoxicity atau keracunan lemak. Kerusakannya akan semakin berat."
Penerapan cukai MBDK sebelumnya disepakati oleh Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR saat menggelar rapat kerja bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, 10 September 2024 silam.
Simpulan rapat menyepakati tarif cukai MBDK yang sebesar 2,5% akan dikerek bertahap hingga maksimal 20%.
Presiden Prabowo Subianto pun menargetkan penerimaan negara yang cukup tinggi dari cukai MBDK tahun ini. Target ini tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025, yakni Rp 3,8 triliun.
Penerapan cukai MBDK sebenarnya telah direncanakan di dalam perpres-perpres sebelumnya. Cukai MBDK dibidik Rp4,38 triliun pada 2024; Rp3,08 triliun pada 2023; dan R1,5 triliun pada 2022. Namun, pelaksanaannya terus-terusan tertunda.