Mentan Jelaskan Alasan Impor Jagung meski Produksi Diklaim Surplus

Michael Reily
8 November 2018, 17:13
Jagung
ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
Petani memanen jagung di Desa Kaleke, Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu (10/12). Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menargetkan jumlah produksi jagung nasional pada 2018 mendatang mencapai 23,48 juta ton dan akan mampu memenuhi kebutuhan jagung nasional sekitar 19 juta ton pertahunnya.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman memaparkan alasan di balik keputusan impor jagung sebesar 100 ribu ton dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kebijakan ini  menimbulkan pertanyaan, karena produksi jagung lokal sebelumnya diklaim Kementan surplus hingga dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan ekspor.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Amran mengatakan impor jagung untuk menstabilkan harga yang melonjak secara liar. "Selain memperhatikan petani, kami harus peduli terhadap 2 juta peternak yang butuh jagung untuk pakan," katanya, Kamis (8/11).

Dia beralasan, peternak yang tak mendapatkan jagung karena kalah bersaing dengan para pengusaha besar yang telah membeli jagung milik petani sebelum panen selesai. Alhasil, para peternak meminta jaminan pemerintah untuk mendapatkan jagung yang lebih murah.

(Baca: Pemerintah Putuskan Impor Jagung, Kementan Berkukuh Produksi Surplus)

Menurutnya, harga jagung melambung lebih dari Rp 5 ribu per kilogram atau di atas dari harga acuan konsumen dalam peraturan sebesar Rp 4 ribu per kilogram. Permintaan impor jagung pun akhornya muncul agar populasi peternak tak berkurang.

Pembelian jagung petani sebelum panen berarti  kualitas jagung lokal telah diakui secara internasional. "Para pengusaha besar senang dengan jagung lokal, mereka melakukan ijon- bayar sebelum panen," ujarnya.

Di sisi lain, Amran terlihat  enggan menjawab pertanyaan tentang optimlisasi penyerapan jagung lokal oleh Bulog. Dia justru mengusulkan opsi impor jagung dari luar negeri. 

Meski kerap diragukan, Amran hingga kini  masih bersikukuh produksi jagung berada posisi surplus karena telah ekspor sebanyak 370 ribu ton. Menurut perhitungan Kementerian Pertanian, produksi jagung sepanjang tahun ini mencapai 28,48 juta ton dengan kebutuhan hanya 15,5 juta ton. Alhasil, surplus jagung mencapai 12,98 juta ton.

Sementara itu, menggapi soal penugasan impor jagung, Direktur Utama Bulog Budi Waseso menyatakan pihaknya akan menyelenggarakan lelang terbuka untuk semua negara eksportir jagung. Bulog akan mengupayakan penyerapan dalam negeri untuk kebutuhan peternak.

Alasannya, kebutuhan peternak di Blitar cukup mendesak. "Kami siapkan sekitar 2 ribu ton, pendataan peternak setelah itu kami salurkan," kata Budi.

Inisiasi Rakortas 

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution  tadi malam menyatakan pembahasan jagung dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) antarkementerian di kantornya merupakan inisiasi Menteri Pertanian Amran Sulaiman. "Surat usulan untuk impor juga dari mereka, jangan belokkan cerita," katanya di Jakarta, Rabu (7/11) malam.

Darmin pun menegaskan bahwa angka  impor sebesar 100 ribu ton juga akhirnya diputuskan berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian.  Adapun Perum Bulog yang  ditugaskan sebagai penyelenggara impor melalui izin Kementerian Perdagangan.

(Baca: Pemerintah akan Impor 100 Ribu Ton Jagung Khusus untuk Peternak Kecil)

Sebelum impor jagung akhirnya diputuskan, Darmin menyebut dirinya juga sudah menanyakan perihal  surplus produksi jagung sebagaimana yang diklaim Kementerian Pertanian. "Jawabannya itu harganya naik sehingga banyak surat permintaan dari para peternak untuk melakukan pengadaan jagung," ujar Darmin.

Karenanya, dia pun menyarankan agar Kementerian Pertanian tak menyalahkan kementerian dan lembaga lain atas naiknya harga jagung. Sebab, berdasarkan hukum ekonomi, kenaikan harga biasanya disebabkan oleh kapasitas jumlah produksi yang belum bisa memenuhi kebutuhan.

Menanggapi polemik impor jagung, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai kenaikan harga jagung disebabkan oleh produksi yang mulai langka. Sebab, siklus produksi jagung hampir sama dengan beras.

Dwi mengungkapkan produksi jagung hampir 70% berada pada semester pertama. Sisanya terjadi pada semester kedua. Di samping itu, kekeringan menjadi salah satu kendala yang menghambat produksi.  (Baca: Harga Jagung Naik, Harga Pakan Ternak Berpotensi Melonjak)

Meeski begitu, menurut Dwi, harga jagung tak serta merta naik dalam beberapa waktu terakhir. "Harga jagung naiknya sejak bulan Juni, itu yang harusnya jadi perhatian," ujarnya.

Dia juga menekankan perhitungan produksi jagung dengan metode terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) diharapkan bisa menemukan deviasi atau penyimpangan yang besar dengan estimasi data milik Kementerian Pertanian. Temuan BPS, deviasi produksi beras tahun 2018 bisa mencapai 30,3% jika dibandingkan estimasi Kementerian Pertanian.

Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...