Beri Nilai Tambah,  Petani Minta Pemerintah Dorong Hilirisasi

Michael Reily
13 Februari 2018, 15:34
Karet
Karet
Sebanyak 3 juta perkebunan karet di Indonesia, hampir 90% di antaranya adalah milik petani kecil.

Menurut Bambang, industri masih membebankan biaya khusus untuk pengeluaran mutu bahan olahan karet rakyat. Biaya dikenakan sebagai kompensasi atas investasi tenaga kerja untuk melakukan pembersihan karet milik petani.

Bentuk kelembagaan petani bakal mempertahankan otonomi desa dan terhubung antardesa dengan spesifikasi hasil produksi karet yang sama. “Itu sebagai penguatan skala, kalau kecil daya saing petani kita lemah,” jelas Bambang.

Meski begitu, dia menjelaskan belum ada kebijakan yang mengedepankan petani sebagai produsen karet olahan. Bambang menegaskan peran pemerintah hanya menjadi penghubung petani dengan industri.

“Pada saat harga rendah, kami harus memperhatikan petani karena ada sikap pesimistis petani untuk tidak melakukan perawatan, tetapi pada harga tinggi kan pasti mereka semangat,” jelasnya.

Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia, bersaing dengan Thailand, Malaysia, Vietnam dan India. Sekitar 85% produksi karet Indonesia dialokasikan untuk pasar ekspor, antara lain ke negara-negara Asia, Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Singapura, dan Brazil. Sedangkan di dalam negeri, produksi karet alam Indonesia lebih banyak diserap oleh industri manufaktur khususnya di sektor otomotif.

Meski potensi pasarnya besar, sejak 2011 harga jual komoditas karet masih mengalami pelemehan, termasuk untuk harga di pasar internasional. Hal itu lantas menjadikan nilai ekspor karet alam Indonesia ke dunia turun dengan tren 20,69% pada periode 2012-2016, sedangkan volume ekspornya tidak berubah signifikan.

Mengacu Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor karet alam pada 2012 mencapai US$ 7,86 miliar dengan volume 2,44 juta ton. Pada 2013, nilai ekspor turun menjadi US$ 6,90 miliar dengan volume ekspor naik menjadi 2,70 juta ton. Kemudian, 2014, nilai ekspor kembali turun ke US$ 4,7 miliar dengan volume ekspor turun menjadi 2,62 juta ton.

Pada 2015, nilai ekspor turun ke US$ 3,69 miliar dengan volume ekspor naik sedikit ke 2,63 juta ton. Kemudian tahun 2016 nilai ekspor turun menjadi US$ 3,37 miliar dengan volume ekspor turun ke 2,57 juta ton. Nilai ekspor membaik pada periode Januari-November 2017 menjadi US$ 4,77 miliar dengan volume ekspor naik menjadi 2,77 juta ton.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...