Dua Waralaba Asing Tutup Gerai dan Setop Operasi di Tengah Pandemi

Image title
Oleh Ekarina
28 September 2020, 16:25
Waralaba, Pandemi Corona, Covid-19, Bisnis, Brand Merek, McDonalds.
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.
Pengunjung berjalan keluar seusai membeli makanan di gerai makanan cepat saji McDonald's, kompleks pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta, Jumat (8/5/2020). McDonalds kembali menutup gerainya di Kuta, Bali.

"Dengan berat hati dan sangat menyesal, Marche Movenpick akan tutup permanen di Indonesia pda 30 September 2020," bunyi pengumuman tersebut dikutip, Senin (28/9).

Perusahaan juga berterima kasih atas kesetiaan pelanggan beberapa tahun terakhir. Di akhir catatan, manajemen menyatakan akan kembali dengan brand restoran terbaru yang akan dibuka pada akhir tahun ini.

Merche Movenpick merupakan restoran yang menyediakan menu ala Eropa. Restoran ini menyajikan konsep dapur terbuka yang terinspirasi dari pasar seluruh dunia, sehingga pengunjung dapat menyaksikan makanan dimasak dari awal hingga akhir dengan bahan-bahan segar.

Restoran tersebut saat ini hadir di tiga benua di sepuluh negara dengan lebih dari 70 lokasi.

Sebelumnya, perusahaan waralaba restoran asal Korea, Lotteria juga menutup bisnisnya di Indonesia pada 29 Juni 2020.

Lotteria merupakan core bisnis dari LOTTE GROUP Korea. Lotteria pertama kali beroperasi di Indonesia pada 2011 melalui pembukaan gerai pertama di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Hingga kini, perusahaan telah memiliki puluhan gerai yang tersebar di Jabodetabek, Cikarang, Karawang dan Bandung. Selain di Indonesia, cabang Lotteria juga melebarkan sayap di beberapa negara seperti ekspansi gerai pertama di Vietnam pada 1998, kemudian Tiongkok pada 2008 yang dilanjutkan pada 2013 di Myanmar dan Kamboja pada 2014.

Lesunya Bisnis Waralaba

Ketua Perhimpunan Waralaba & Lisensi Indonesia (WALI), Levita G. Supit mengatakan, penutupan bisnis merupakan situasi yang terhindarkan bagi para pelaku bisnis waralaba. Penutupan tak hanya dialami waralaba asing, tapi juga lokal. 

"Wajar mengingat pandemi tidak tahu berlangsung sampai kapan, sedangkan ada fix cost yang mereka keluarkan pasti sudah diperhitungkan sebelumnya," kata Levita kepada katadata.co.id, Senin (28/9).

Menurutnya, pelaku usaha waralaba saat ini berjuang dengan  strateginya masing-masing agar dapat bertahan dari krisis. Misalnya, memutar bisnis mereka dari offline ke online.

Lalu strategi menjemput bola menawarkan paket-paket makanan murah ke pelanggan untuk menyiasati penurunan omzet akibat larangan makan di tempat (dine-in)  di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Padahal, porsi makan di tempat saat ini menyumbang 40% terhadap total transaksi waralaba kuliner  diikuti layanan take away dan delivery.  

Meski beberapa pemain hengkang, pasar waralaba dalam negeri khususya makanan minuman menurutnya masih cukup potensial. Pertama, karena jumlah penduduknya besar dan kedua, karena habit masyarakat Indonesia yang gemar berkumpul dan mencoba aneka kuliner. 

Dia pun mengaku tak terlalu khawatir dengan merek waralaba yang memilih hengkang, karena masih banyak pemain besar lain yang masih bertahan melanjutkan bisnis.

"Saat ini ada 2.000 pelaku usaha waralaba beroperasi di Indonesia, yang mana 80% di antaraya lokal dan 20% asing," ujar dia.

Adapun dari 2.000 pemain tersebut, 35% bergerak di sektor industri kuliner atau makanan minuman dan sisanya di sektor retail dan jasa.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...