Hyundai Rambah Produksi Pakaian dari Limbah Otomotif
Hyundai Motor Company berupaya menampilkan komitmennya sebagai produsen ramah lingkungan melalui beberapa varian produk. Tak hanya dikenal memproduksi mobil listrik, perusahaan merambah industri fesyen dengan merilis koleksi busana yang dibuat dari limbah otomotif.
Perusahaan mengambil pendekatan kreatif mengelola sampah dengan cara mengubah limbah mobil menjadi produk dapat dipasarkan. Melalui koleksi Re: Style 2020, raksasa otomotif Korea Selatan ini bekerja sama dengan beberapa seniman seperti, Alighieri, E.L.V. DENIM, pushBUTTON, Richard Quinn, dan Rosie Assoulin.
Koleksi busana ramah lingkungan tersebut menampilkan berbagai produk seperti perhiasan, jumpsuits, working vests, tas, dan lainnya. Alighieri misalnya, menciptakan koleksi kalung, chokers, dan gelang dengan sabuk pengaman mobil bekas, kaca mobil, dan bahan busa.
Rompi kerja dengan saku terbuat dari bahan airbag diproduksi oleh pushBUTTON. Koleksi lain mencakup tote bag yang terbuat dari anyaman sabuk pengaman, kain karpet, dan busa, dirancang khusus oleh Rosie Assoulin.
Ide di balik 'Re: Style 2020' Hyundai adalah memanfaatkan bahan limbah dari proses pengikisan otomatis yang berakhir di tempat sampah. Meskipun bahan seperti besi dan logam nonferrous saat ini didaur ulang sebagai bagian dari proses pengikisan, bahan lain seperti kulit, kaca, dan kantung udara tidak dapat didaur ulang. Sisa bahan ini yang selanjutnya dikirim ke mitra kolaboratif koleksi fesyen.
Penjualan produk fesyen berkelanjutan akan dimulai pada 13 Oktober di toko pop-up Selfridges London dan toko online Selfridges. Hasil penjualan akan disumbangkan ke Institut Mode Positif British Fashion Council.
Hyundai mengatakan, dengan mendaur ulang sampah pabrik menjadi produk yang berharga, perusahaan mendorong industri lain untuk melihat limbah sebagai peluang rekreasi.
“(Dan) bekerja secara kolaboratif menuju masa depan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan efisien secara ekonomi,” kata Wakil Presiden Eksekutif dan Kepala Pemasaran Global Hyundai Motor Company, Wonhong Cho dikutip dari RetailNews Asia, Kamis (15/10).
Angin Segar Industri Fesyen
Ketika masalah pencemaran lingkungan industri fesyen mengemuka, industri terkait mulai introspeksi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam kesepakatan kerangka kerja terkait Piagam Industri Mode untuk Tindakan Iklim menargetkan penurunan gas rumah kaca hingga 30% pada 2030 dan emisi gas buang 0% pada 2050.
Sejumlah merek fesyen seperti Adidas, Burberry, Guess , H&M, Levi's, Puma dan lainnya berpartispasi dalam Piagam ini.
Terlebih menurut PBB, 20% air limbah secara global merupakan hasil pembuangan industri fesyen. Bahkan, industri mode melepaskan setengah juta ton serat mikro sintetis ke laut setiap tahunnya.
Industri fashion ramah lingkungan dimulai dari proses produksi. Tidak sekedar menggunakan bahan atau proses yang ramah lingkungan, pabrik tekstil dan pakaian juga harus bebas dari penggunaan pekerja anak.
Dengan maraknya tren ramah lingkungan di industri fesyen, keikutsertaan perusahaan otomotif memberi angin segar. Karena, di tengah upaya industri otomotif memproduksi kendaraan ramah lingkungan minim gas buang, limbah yang dihasilkan saat membuang mobil tua pun menjadi perhatian.
Kedua poin ini menjadi kesamaan antara kedua industri dan membuka peluang kolaborasi dalam menjadikan limbah menjadi produk bernilai tambah.
Hyundai dan Hyundai TRANSYS sebelumnya berkolaborasi dengan merek fesyen Zero + Maria Cornejo memproduksi pakaian ramah lingkungan yang terbuat dengan jok kulit mobil bekas.
Mereka menggunakan kulit sisa yang digunakan dalam penelitian jok mobil dan proses pembuatan Hyundai TRANSYS. Pada tahun lalu, koleksi kecil bernama 'Re: Style' diperkenalkan di New York, AS, dengan 15 produk daur ulang.
Barang-barang yang ditampilkan hari ini akan dijual melalui toko dan beranda 'Zero + Maria Cornejo' dalam edisi terbatas, dan keuntungannya akan disumbangkan ke organisasi lingkungan.