Cek Data: Potensi Masalah Pemangkasan Subsidi BBM dan Dana BOS

Reza Pahlevi
18 Maret 2024, 13:03
Menko Airlangga Hartanto dan Program Makan Siang Gratis
Kemenko Perekonomian
Menko Airlangga Hartanto dan Program Makan Siang Gratis
Button AI Summarize

Wacana pengalihan dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk program makan siang gratis berpotensi menimbulkan masalah baru. Pengalihan tersebut dapat mengakibatkan kenaikan jumlah penduduk miskin dan menutup akses warga miskin memperoleh pendidikan. 

Kontroversi

Meskipun belum resmi diumumkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, program unggulan yang ditawarkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mulai disiapkan. Adalah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan ayah Gibran, sedang mengkalkulasi sumber anggaran yang akan digunakan. 

Dua di antaranya adalah berasal dari anggaran subsidi energi, termasuk BBM dan dana BOS. Menurut Eddy Soeparno, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, pengurangan subsidi tanpa menyebabkan kenaikan harga BBM dapat dilakukan jika penyalurannya tepat sasaran. 

“Kalau kemudian kita bisa mengevaluasi data, membuat payung hukum, agar ada aturan yang jelas mengatur siapa yang berhak untuk Pertalite dan LPG 3 kg ini, tentu subsidi energi kita tidak sebesar sekarang,” katanya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dana BOS dapat menjadi opsi mekanisme penyaluran dan sumber anggaran makan siang gratis.

“Karena model untuk SD dan SMP kita relatif punya sistem, punya pipeline anggaran, salah satunya melalui BOS, secara spesifik itu bisa dibuat,” kata Airlangga dalam tinjauan percobaan makan siang gratis di Tangerang, Kamis, 29 Februari.

Alhasil wacana ini memunculkan kritik lantaran dampaknya pengurangan subsidi bisa merugikan masyarakat miskin. Sementara dana BOS sebagian besar dipakai untuk menggaji guru honorer. 

Faktanya

Mekanisme penyaluran subsidi energi, terutama BBM memang kerap mengalami masalah. Selama ini ini subsidi dan kompensasi BBM, termasuk LPG 3 kg disalurkan dengan sistem terbuka. Artinya, subsidi dilekatkan pada barangnya, bukan penerimanya yang pada akhirnya menyulitkan pemerintah mengontrol yang berhak memperoleh subsidi. 

Akibatnya terjadi kebocoran karena subsidi salah sasaran. Pada 2022, Kementerian Keuangan menemukan kalangan rumah tangga mampu yang paling banyak menikmati solar, pertalite, dan LPG 3 kg.

Pemerintah berulang kali ingin melakukan perubahan penyaluran subsidi. Pada 2019, ada wacana perubahan sistem subsidi untuk LPG 3 kg menjadi subsidi tertutup dengan cara pemberian kartu khusus yang diisi saldo. Rencana ini awalnya ingin diimplementasikan pada 2020, tetapi gagal karena terjadi pandemi.

Sejak 2022, pemerintah juga merumuskan beberapa rencana untuk membatasi pembelian Pertalite untuk kalangan mampu. Ini mulai dari pendataan via MyPertamina hingga pembatasan jenis kendaraan boleh mengisi Pertalite.

Pengurangan Subsidi Berpotensi Tambah Kemiskinan

Penelitian yang dilakukan Teguh Dartanto (2013) mencatat, pengurangan subsidi dapat menurunkan beberapa indikator makroekonomi seperti konsumsi rumah tangga, impor, dan produk domestik bruto. Di sisi lain, pengurangan subsidi justru meningkatkan indikator lain seperti pajak tidak langsung bersih dan indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi.

Penurunan subsidi yang diikuti kenaikan harga bahan pokok, baik makanan maupun minuman, juga berdampak terhadap peningkatan jumlah kemiskinan. Simulasi studi Dartanto yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia itu menemukan, pemotongan subsidi BBM dapat meningkatkan angka kemiskinan dari 0,259 poin persentase hingga 1,057 poin persentase.

Perbedaan ini berdasarkan simulasi pengurangan subsidi yang berbeda-beda. Pengurangan subsidi BBM 25% meningkatkan kemiskinan 0,259 poin, sedangkan pengurangan 50% menyebabkan kenaikan 0,392 poin, kemudian 75% naik sebesar 0,67 poin, dan 100% meningkatkan 1,057 poin. 

Jika dilihat secara jumlah, pengurangan subsidi dapat menambah jumlah penduduk miskin baru antara 541 ribu hingga 2,21 juta orang.

Penelitian yang sama menyebut mengurangi subsidi memang dapat meningkatkan kemiskinan dalam jangka pendek. Namun, realokasi pengurangan subsidi tersebut ke pembangunan infrastruktur, investasi pendidikan, atau perlindungan sosial dapat mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang. 

Dampak dari Pengurangan Dana BOS

Pada 2024, pemerintah menganggarkan anggaran pendidikan terbesar sepanjang masa, yakni Rp665 triliun dalam APBN. Dari total ini, anggaran bantuan operasional satuan pendidikan atau dana BOS mencapai Rp59,5 triliun atau 8,95% dari total anggaran pendidikan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...