Langkah Kominfo Atasi Hoaks Konspirasi soal Corona
Konten hoaks terkait teori konspirasi corona beredar di media sosial. Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate mengaku sudah meminta perusahaan over the top (OTT) seperti YouTube, Facebook, dan Twitter untuk mengatasi hal ini.
“Saya sudah komunikasi dengan semua platfom. Berulang kali saya hubungi CEO-nya di Amerika untuk membersihkan platfom dari hoaks dan disinformasi Covid-19 dan lainnya,” kata Johnny kepada Katadata.co.id, kemarin (16/7).
Dari hasil koordinasi itu, sebagian hoaks sudah ditangguhkan (takedown). Tetapi, “ini proses yang terus menerus, tak ada berhentinya,” ujar dia.
(Baca: Cara YouTube & Facebook Atasi Maraknya Konten Konspirasi Corona di RI)
Ia memastikan bahwa kementerian bekerja maksimal untuk meminimalkan penyebaran hoaks. Sebab, kabar bohong, termasuk konten konspirasi terkait pandemi corona mempersulit pemerintah memutus rantai penularan.
Berdasarkan data Kominfo, ada 1.852 hoaks terkait virus corona sejak Januari hingga 16 Juli. Sebanyak 1.344 di antaranya tersebar di Facebook, 473 Twitter, 17 Instagram, dan 17 lainnya di YouTube.
Beberapa di antaranya terkait teori konspirasi corona. Pada akhir pekan lalu (11/7) misalnya, kementerian menemukan hoaks bahwa virus corona merupakan buatan dokter dengan Pemerintah Daerah (Pemda). Konten ini beredar di WhatsApp dan Facebook.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Jepara mengatakan, keterangan itu menyesatkan dan bisa membuat warga abai akan protokol kesehatan. (Baca: Riset: Pengguna Facebook & YouTube Percaya Teori Konspirasi Corona)
Lalu, ada hoaks tentang akronim Covid-19 yang terdiri dari serangkaian simbol kuno, yang beredar awal Juli lalu. Konten itu menyebutkan, corona memiliki arti 'see a sheep surrender' atau "melihat domba menyerah". Kata 'ovid' berarti domba, 'c' berarti 'see' dan 19 'number of surrender'.
Informasi itu menyiratkan anggapan bahwa pandemi merupakan konspirasi. Padahal, kata 'domba' dalam bahasa Latin adalah 'ovis', bukan 'ovid'.
Huruf 'C' sendiri tidak merujuk pada kata kerja atau 'see'. Selain itu, tidak ada bukti historis yang menunjukkan signifikansi angka 19.
(Baca: 3.606 Orang Tewas, Gugus Tugas Kecewa Ada yang Sebut Corona Konspirasi)
Oleh karena itu, Kominfo terus berkoordinasi dengan penyedia platform untuk menghilangkan hoaks corona, termasuk yang terkait konspirasi. Kementerian juga menggandeng kepolisian.
Dari 945 isu hoaks yang disaring, ada 104 104 tersangka yang ditangani kepolisian. Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Timur masing-masing menangani 14 dan 12 kasus.
Berdasarkan survei LaporCovid-19 dan Social Resilience Lab NTU, warga DKI Jakarta percaya bahwa virus corona sebenarnya tidak ada. Sebanyak 18% dari total 154.471 responden percaya bahwa virus penyebab Covid-19 sengaja dibuat oleh manusia.
Sebanyak 58% responden ragu bahwa virus itu merupakan buatan manusia. Hanya 23% yang yakin betul bahwa teori ini salah.
(Baca: Survei: Sebagian Warga Jakarta Percaya Virus Corona Buatan Manusia)
Yang menarik, mereka yang yakin bahwa virus corona merupakan buatan manusia, lebih percaya selebritas atau influencer ketimbang dokter dan pemerintah. Porsinya 24,46%.
Sedangkan yang percaya dokter, hanya 16% yang yakin bahwa virus itu buatan manusia. Lalu, hanya 16,42% dari yang mempercayai pemerintah, yakin jika virus penyebab Covid-19 sengaja dibuat manusia.
Selain itu, riset Ipsos Mori menunjukkan, pengguna YouTube dan Facebook yang percaya konten konspirasi corona lebih banyak ketimbang media sosial lain. Berdasarkan survei per Mei lalu itu, 30% pengguna internet di Inggris percaya bahwa virus corona berasal dari laboratorium. Persentasenya meningkat dibanding awal April yang hanya 25%.
(Baca: Menelusuri Asal Teori Konspirasi 5G dan Corona, Serta Kebenarannya)
Lalu, 8% percaya bahwa gejala pada pasien terinfeksi Covid-19 sebagian disebabkan oleh radiasi jaringan internet generasi kelima (5G). Selain itu, 7% percaya jika virus corona sebenarnya tidak ada.
Lebih rinci lagi, 60% dari pengguna internet yang percaya bahwa corona terkait 5G, merupakan pengguna YouTube. Lalu, 56% dari warganet yang mempercayai tidak adanya virus corona, merupakan pengguna Facebook.
(Baca: Capai 83.130 Kasus, Jumlah Positif Corona di RI Hampir Setara Tiongkok)