Pemerintah Diminta Imbang Lindungi Konsumen dan Penjual di E-Commerce

Cindy Mutia Annur
23 Juli 2020, 09:01
Pemerintah Diminta Imbang Lindungi Konsumen dan Penjual di E-Commerce
ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Ilustrasi, warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berjualan online guna menjangkau konsumen di tengah pandemi corona. Pemerintah pun diminta melindungi pelaku usaha di e-commerce, bukan hanya konsumen.

Executive Director Indonesia Services Dialogue Council  Devi Ariyani menilai, pemerintah berfokus melindungi konsumen di platform digital, seperti e-commerce. Padahal, pelaku usaha dan penyedia platform perlu dilindungi juga.

“Semua pihak harus dilindungi. Buat peraturan dan petunjuk teknis yang sama untuk melindungi konsumen, pelaku usaha, atau platform dari oknum yang merugikan," ujar Devi saat konferensi pers secara virtual, Rabu (22/7).

Ia mencontohkan, konsumen bisa mengembalikan barang yang dipesan di e-commerce. Padahal, bisa saja produk tidak bermasalah, namun pelanggan memilih untuk mengembalikan.

Hal-hal seperti itu perlu diatur pemerintah, supaya pelaku usaha tidak dirugikan. Dengan begitu, persoalan yang timbul dari proses jual-beli bisa diselesaikan secara adil.

“Banyak sekali insiden konsumen yang disebut rugi, tetapi ternyata pelaku usaha juga. Kita harus melihat secara kasus per kasus, bahwa ada garis untuk melindungi masing-masing pihak," ujar Devi.

Hal senada disampaikan oleh Head of Consumer Protection Department Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Agnes Susanto. "Harus ada perlakuan yang sama antara mereka," ujar dia.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Centerfor Indonesian Policy Studies Ira Aprilianti menjelaskan, Undang-undang (UU) Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum mengatur detail mengenai layanan berbasis digital. Salah satunya, tak ada aturan terkait pihak ketiga pada proses transaksi.

Padahal, dewasa ini semakin banyak platform yang bertindak sebagai pihak ketiga dalam memfasilitasi penjual dan pembeli. “Misalnya, platform yang menghubungkan konsumen dengan konsumen (C2C), bisnis dengan konsumen (B2C), dan lainnya," ujar Ira.

Ia juga khawatir, regulasi yang timpang tindih terkait perlindungan data pribadi pada ekonomi digital dapat menghambat perkembangan ekosistem. Saat ini, ada 11 institusi pemerintahan dan non-pemerintah di bidang perlindungan konsumen.

"Regulasi tumpang tindih itu bakal menyulitkan pelaku usaha dan konsumen untuk memetakan hak dan kewajibannya saat bertransaksi di platform digital," ujar Ira. Oleh karena itu, instansinya merekomendasikan agar pemerintah segera merevisi aturan itu dan membahasnya bersama pemangku kepentingan terkait.

Penulis/Reporter: Cindy Mutia Annur

Reporter: Cindy Mutia Annur

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...