Tingkat Keberhasilan UMKM Rambah Online saat Pandemi hanya 5%

Fahmi Ahmad Burhan
17 September 2020, 19:12
Terkendala Modal, Tingkat Keberhasilan UMKM Rambah Online hanya 5%
ANTARA FOTO/Feny Selly/hp.
Ilustrasi, pelaku usaha menunjukkan katalog online produk sepatu berbahan tenun songket milik merk Nadina Salim mitra Binaan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) dipajang di salah satu gerai UMKM di Palembang,Sumsel, Senin (20/7/2020).

Pemerintah mencatat, tingkat keberhasilan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menjual produknya di platform digital hanya sekitar 5%. Penyebabnya, pelaku usaha kesulitan mendapatkan bahan baku dan modal.

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) Hanung Harimba Rachman mengatakan, 60% UMKM terpukul pandemi corona. Ini karena permintaan menurun di masa pagebluk.

Namun ada juga UMKM yang meraup untung di masa sulit ini. "Umumnya mereka yang masuk ke eksositem digital," kata Hanung saat membuka pelatihan online yang diadakan Katadata dan LinkAja, Kamis (17/9).

Data per Juli, Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi menyebutkan bahwa lebih dari satu juta UMKM merambah ekosistem digital selama pandemi. Secara keseluruhan, jumlahnya hampir mencapai target 10 juta pada tahun ini.

Permintaan kemitraan di platform digitalisasi warung atau bisnis seperti GoBiz, TokoTalk, GudangAda hingga Warung Pintar pun melonjak di masa pandemi ini.

Akan tetapi, tidak semua UMKM yang merambah platform digital dapat bertahan di masa pandemi Covid-19. “Tingkat kesuksesannya 5%," ujar Hanung.

Padahal UMKM menyerap 97% tenaga kerja di Tanah Air. Selain itu, berkontribusi sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Untuk mengatasi persoalan permodalan, pemerintah menyalurkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bagi UMKM. Anggaran penanganan Covid-19 untuk UMKM pun mencapai Rp 123,46 triliun yang terdiri dari subsidi bunga Rp 35,28 triliun, penempatan dana pemerintah untuk restrukturisasi Rp 78,78 triliun, dan belanja imbal jasa penjaminan Rp 5 triliun.

Selain itu, tersedia dana PPh Final UMKM yang ditanggung pemerintah Rp 2,4 triliun. Lalu pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB-KUMKM dan penjaminan untuk modal kerja masing-masing Rp 1 triliun.

Namun Kepala Bidang Lembaga Kewirausahaan Kemenkop UKM, M Nurul Rahman mengatakan, UMKM butuh manajemen keuangan yang matang supaya lebih mudah mendapatkan permodalan. “Ini jantung UMKM," kata dia.

Ia menyarankan agar pelaku usaha memanfaatkan platform manajemen keuangan untuk mempermudah. Kementerian pun menyediakan aplikasi pendukung bernama LAMIKRO.

Aplikasi itu membantu dari sisi pembukuan akuntansi sederhana bagi UMKM.

Riset dari International Data Corporation (IDC) dan Cisco menunjukkan, PDB bisa bertambah US$ 160 miliar-US$ 164 miliar (Rp 2.372,6 triliun-Rp 2.432 triliun) pada 2024 dengan mendigitalisasikan UMKM. Potensinya tergantung seberapa ahli pelaku usaha memanfaatkan layanan digital.

Pendapatan UMKM indifferent dan digital observer hanya meningkat 8% setelah mendigitalkan bisnisnya. Sedangkan peningkatan pendapatan UMKM challenger 12%, sementara native bisa sampai 16%.

Sedangkan mayoritas UMKM Indonesia masih tergolong indifferent. "Artinya, masih banyak UMKM yang hanya mengadopsi teknologi digital seadanya," kata Managing Director Cisco Indonesia Marina Kacaribu saat konferensi pers virtual, beberapa waktu lalu (9/9).

Dalam hal ini, lanskap UMKM Indonesia mirip dengan Filipina dan Vietnam. Posisinya di bawah Singapura dan Thailand, yang sebagian besar UMKM-nya kategori digital observer.

Oleh karena itu, Indonesia perlu meningkatkan lagi kematangan UMKM digitalnya. Dengan begitu, kontribusinya terhadap PDB semakin besar. “Produktivitas lebih tinggi dan kontribusi ke nasional lebih besar," ujarnya.

Akan tetapi, berdasarkan hasil survei Katadata Insight Center (KIC), UMKM menghadapi beberapa kendala dalam menggunakan teknologi digital. Tantangan itu di antaranya tidak dapat menggunakan internet (34%), kurangnya pengetahuan menjalankan usaha online (23,8%), pegawai tak siap (19,9%), infrastruktur belum layak (18,4%), dana kurang memadai (9,7%), dan banyaknya pesaing (3,4%).

Survei tersebut dilakukan terhadap 206 responden UMKM di lima kategori usaha. Mereka berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebagian besar UMKM ini memiliki skala usaha mikro dengan omzet di bawah Rp 300 juta per tahun.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa 82,9% UMKM terpukul pandemi Covid-19. Hanya, 5,9% yang penjualannya positif selama krisis kesehatan saat ini.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...