AS Siapkan Rp 26,9 Triliun untuk Ganti Peralatan 5G Huawei
Amerika Serikat (AS) menyiapkan US$ 1,9 miliar atau Rp 26,9 triliun untuk mengganti peralatan telekomunikasi, termasuk jaringan internet generasi kelima alias 5G milik Huawei. Anggota parlemen diperkirakan mendukung pendanaan ini.
Penggantian dilakukan karena AS memasukkan perusahaan Tiongkok itu ke dalam daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan sejak awal tahun lalu. Ini karena solusi 5G Huawei dianggap membahayakan keamanan nasional.
Oleh karena itu, pemerintah AS menyiapkan anggaran untuk mengganti peralatan tersebut. Dana ini merupakan bagian dari program manfaat broadband, yang diambil dari tagihan pengeluaran akhir tahun dan Covid-19.
Total alokasi untuk manfaat broadband US$ 7 miliar. Sebanyak US$ 1,9 miliar di antaranya digunakan untuk menggati peralatan atas solusi Huawei dan ZTE, yang juga masuk daftar hitam.
Pemerintah menyiapkan anggaran khusus, karena banyak operator di perdesaan yang menggunakan layanan Huawei. "Tujuannya membantu warga AS berpenghasilan rendah, termasuk mereka yang secara ekonomi terkena dampak pandemi corona, untuk terhubung ke broadband," kata sumber dikutip dari Reuters, Minggu (21/10).
Layanan 5G Huawei dinilai lebih murah ketimbang perusahaan telekomunikasi lain. Raksasa teknologi ini bekerja sama dengan bank milik pemerintah Tiongkok yang memungkinkan harganya lebih terjangkau.
Namun, operator di perdesaan tak lagi bisa menggunakan layanan Huawei karena adanya sanksi dari pemerintahan Donald Trump. Oleh karena itu, AS menyiapkan anggaran khusus dan subsidi bulanan US$ 50 kepada keluarga yang memenuhi syarat sebagai penerima manfaat.
Ketua parlemen Nancy Pelosi dan pemimpin senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer mengatakan, bantuan itu untuk masyarakat berpenghasilan rendah. "Ini untuk jutaan siswa, keluarga dan pekerja yang menganggur untuk membeli broadband yang mereka butuhkan selama pandemi virus corona," ujar keduanya dalam pernyataan bersama.
Sedangkan Huawei kecewa dengan keputusan Federal Communications Commission (FCC) yang menghapus produknya dari jaringan telekomunikasi. “Ini menempatkan warga AS di perdesaan, yang sebagian besar kurang terlayani, pada risiko terkait layanan komunikasi,” kata perusahaan.
Selain pemerintah AS, FCC memang menetapkan ZTE dan Huawei sebagai ancaman terhadap keamanan nasional pada Juli lalu. "Kami menetapkan keduanya sebagai risiko keamanan nasional bagi jaringan telekomunikasi AS, dan untuk masa depan pengembangan teknologi 5G," kata Chairman FCC Ajit Pai, dikutip dari Phone Arena.
Selain dianggap sebagai ancaman oleh FCC dan masuk daftar hitam, afiliasi semikonduktor Huawei dikenakan sanksi oleh AS. Pada Agustus lalu, pemerintah Negeri Paman Sam menambahkan 38 afiliasi ke dalam blacklist, sehingga totalnya menjadi 152.
Akibat kebijakan ini, perusahaan semakin sulit mendapatkan pasokan perangkat. “Sejak Agustus ini menjadi semakin sulit,” kata Wakil Presiden Huawei untuk Eropa Abraham Liu kepada surat kabar Austria, Kurier, dikutip dari Reuters, Oktober lalu (11/10).
Ia mengatakan, Washington juga memeras produsen semikonduktor untuk tidak bekerja sama dengan Huawei. Akibat kebijakan ini, HiSilicon tak dapat memproduksi cip (chipset).