Kominfo Siapkan Regulasi Migrasi TV Digital dan Alat Penerima Sinyal
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan migrasi televisi atau TV analog ke digital alias analog switch off (ASO) rampung pada 2022. Untuk mencapai target, Kominfo berencana menyiapkan serangkaian regulasi, termasuk teknis distribusi alat penerima siaran atau set top box.
Migrasi tersebut diatur dalam Undang-undang atau UU Omnibus Law Cipta Kerja klaster telekomunikasi. Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan, kementerian menyiapkan sejumlah regulasi turunan terkait ASO.
Aturan itu salah satunya mengenai skema berbagi infrastuktur. "Ini harus dibicarakan dengan industri pertelevisian dan lainnya. Sebab ASO juga untuk kepentingan broadcasting," kata Johnny saat konferensi pers virtual, Rabu (30/12).
Untuk skema berbagi infrastuktur, pemerintah menyiapkan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri (Permen). Selain itu, bakal merilis aturan teknis distribusi set top box. "Berupa PP dan Permen juga," katanya.
Kementerian Kominfo berencana menyediakan 6,7 juta set top box bagi masyarakat kurang mampu. Ini karena banyak warga yang menggunakan perangkat penerima siaran TV analog.
Jumlah penerima bantuan mengacu pada data keluarga kurang mampu dari Badan Pusat Statistik (BPS). Kementerian menghitung harga satu alat Rp 100 ribu, sehingga menyiapkan Rp 670 miliar untuk membantu warga miskin.
Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kominfo Ahmad M Ramli mengatakan, kementerian sudah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait penyelenggaraan pos dan penyiaran, termasuk ASO. "Kami yakin, dengan itu (RPP), migrasi TV analog ke digital bisa diselesaikan (sesuai target)," katanya.
Ia mengatakan sudah berkonsolidasi dengan berbagai industri terkait, seperti Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). "Urusan ASO ini kepentingan publik dan industri," kata Ramli.
Sebelumnya, Executive Director ICT Institute Heru Sutadi menilai, Kementerian Kominfo membutuhkan dua hal agar migrasi televisi tepat waktu. Keduanya yakni menyiapkan teknis penggunaan set top box dan skema penentuan multiplekser (mux).
"Pemerintah harus menyiapkan set top box bagi masyarakat yang televisinya masih analog. Selain itu, mendiskusikan model penyelenggara mux," kata Executive Director ICT Institute Heru Sutadi kepada Katadata.co.id, November lalu (4/11).
Mux adalah peranti untuk menyalurkan aliran data yang berbeda melalui jalur komunikasi umum. Heru menilai, pemerintah perlu menentukan model mux yakni single atau hybrid.
Ia menjelaskan, single mux memudahkan untuk mengontrol semua siaran televisi digital. Sedangkan multimux atau hybrid membutuhkan waktu dalam menentukan penyelenggaranya. Kontrolnya juga tak semudah single.
“Tetapi, melihat kondisi Indonesia, multimux lebih pas untuk diterapkan," katanya. Alasannya, penguasaan frekuensi pada skema multimux dipegang oleh banyak pemegang lisensi. Sedangkan skema single mux berpotensi adanya penyalahgunaan atau intervensi negara kepada operator tunggal.
Pemerintah juga dinilai perlu menyosialisasikan migrasi TV digital kepada masyarakat. Direktur Penyiaran Kementerian Kominfo Geryantika Kurnia mengatakan, masih banyak masyarakat yang berpikir bahwa TV digital seperti Netflix ataupun berlangganan. "Itu salah tafsir," ujar Geryantika dikutip dari Antara, Oktober lalu (21/10).
Model TV digital sama seperti yang ditonton oleh masyarakat saat ini. Pengguna tidak perlu berlangganan maupun memakai internet. Antena yang digunakan sama dengan analog.
Yang membedakan hanya set top box. "Alat ini hanya perlu disematkan pada permulaan, Lalu pengguna bisa menerima siaran digital," katanya.