Lima Sektor Startup di Indonesia Jadi Incaran Investor Tahun Ini
Investor, termasuk modal ventura memperkirakan ada lima sektor startup yang kebanjiran pendanaan pada tahun ini. Bidang perusahaan rintisan yang dimaksud yakni teknologi finansial (fintech), kesehatan (healthtech), pendidikan, logistik, dan e-commerce.
Partner East Ventures Melisa Irene mengatakan, fintech dinilai potensial karena ada banyak masyarakat di Indonesia yang belum tersentuh layanan keuangan. Selain itu, penggunaan layanannya meningkat selama pandemi corona.
“Fintech menjadi layanan nomor satu untuk bertransaksi," kata Melisa dalam acara PwC NextLevel - 2021 Outlook: Start-ups, Investments, and Corporate Collaborations, Selasa (19/1).
Sedangkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, indeks inklusi keuangan Indonesia hanya 76,19% pada 2019. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Fintech pun menjadi sektor primadona pendanaan dari investor. Katadata.co.id mencatat, 19 dari 107 startup yang memperoleh pendanaan selama tahun lalu merupakan fintech.
Selain fintech, Melisa menilai bahwa perusahaan rintisan e-commerce tetap diminati pada 2021. "Sektor ini terkena dampak positif (pandemi Covid-19)," katanya.
Sektor turunan seperti digitalisasi warung atau online to offline (O2O) juga diminati investor. "Startup yang mendukung rantai pasok (supply chain) itu sangat menarik," katanya.
Apalagi, menurut riset Euromonitor International 2018 menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina lebih suka berbelanja di toko kelontong, sebagaimana tecermin pada Databoks berikut:
Selain itu, sektor logistik diminati oleh investor. Perkembangan e-commerce selama pandemi virus corona menjadi sentimen positif bagi perusahaan rintisan logistik.
Hal itu karena tingginya peminat belanja online mendongkrak permintaan layanan pengiriman barang, khususnya Business to Consumer (B2C) dan Consumer to Consumer (C2C). Meski begitu, model bisnis Business to Business (B2B) yang menyediakan layanan hulu ke hilir (end to end) juga menjanjikan.
Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, sektor pendidikan dan kesehatan juga diminati investor pada 2021. "Melalui edtech semua orang dapat mengakses pendidikan hanya dengan ponsel," katanya.
Sedangkan, healthech masih menjadi andalan masyarakat dalam memenuhi layanan kesehatan jarak jauh atau telemedicine.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua I Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesiaq (Amvesindo) William Gozali. Ia mengatakan, healthtech diincar investor sepanjang masa pagebluk Covid-19.
Laporan Google, Temasek, dan Bain and Company pun menunjukkan, startup kesehatan dan pendidikan diminati oleh investor. Ini karena layanan di kedua sektor ini dibutuhkan selama pandemi corona.
Mereka mencatat, penggunaan layanan kesehatan digital meningkat empat kali lipat dibandingkan sebelum ada Covid-19. Sedangkan jumlah unduhan aplikasi pendidikan melonjak tiga kali lipat.
Meski begitu, beberapa studi memprediksi pendanaan pada startup akan menurun tahun ini meski modal tersedia atau dry powder cukup melimpah.
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, sebenarnya minat investor untuk berinvestasi di perusahaan rintisan tetap tinggi meski ada pandemi virus corona. “Namun harus mencari sektor yang relatif tangguh dalam situasi ini maupun tidak,” kata dia kepada Katadata.co.id, bulan lalu (7/12/2020).
Selain itu, investor mulai berfokus menanamkan modal pada startup yang memiliki jalur jelas untuk untung. “Investor juga banyak yang beralih ke later stage, karena mencari bisnis yang lebih stabil atau less risky alias sudah sudah teruji,” ujar dia.
Later stage adalah putaran pendanaan tingkat lanjutan seperti seri B ke atas. Pada tahapan ini, biasanya produk startup sudah diterima oleh pasar.
Hal itu tertuang dalam laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy 2020’. Studi ini menunjukkan bahwa 'dry powder’ di Asia Tenggara, termasuk private equity dan modal ventura, mencapai US$ 11,9 miliar pada 2019.
Google, Temasek, dan Bain and Company mencatat, investor masih memiliki modal yang cukup untuk berinvestasi. Namun, “sebagian besar mengadopsi pendekatan menunggu dan melihat alias wait and see,” demikian dikutip dari laporan tersebut.