AS Habiskan Rp 27,1 Triliun karena Blokir Huawei
Komisi Komunikasi Federal Amerika Serikat (AS) atau FCC akan membuka program US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 27,1 triliun untuk mengganti kerugian sebagian besar operator telekomunikasi di perdesaan. Ini karena Amerika memblokir Huawei.
Mantan Presiden AS Donald Trump memasukkan Huawei dalam daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan pada awal 2019. Tahun lalu, FCC menetapkan Huawei dan ZTE sebagai ancaman keamanan nasional terhadap jaringan telekomunikasi.
Pemerintah Amerika pun melarang perusahaan AS memanfaatkan subsidi US$ 8,3 miliar untuk membeli peralatan dari perusahaan Cina tersebut. Sedangkan Huawei banyak menyasar operator seluler di perdesaan.
Untuk mengganti dana perusahaan telekomunikasi yang terpaksa mengubah peralatan karena Huawei diblokir, AS menyiapkan program khusus.
Pengkajian program tersebut selesai pada Juli. “Ini akan digelar mulai akhir Oktober (29/10) hingga awal tahun depan (14/1/2022),” demikian isi pengumuman, dikutip dari Reuters, Selasa (28/9).
Operator seluler di perdesaan menghadapi tantangan biaya tinggi dan kesulitan menemukan pekerja untuk mengganti peralatan Huawei.
Pada September 2020, FCC sudah memperkirakan bahwa penggantian peralatan Huawei dan ZTE itu menelan biaya US$ 1,84 miliar.
Layanan internet Huawei dinilai lebih murah ketimbang perusahaan telekomunikasi lain. Raksasa teknologi asal Cina ini bekerja sama dengan bank milik pemerintah Tiongkok yang memungkinkan harganya lebih terjangkau.
Huawei sempat mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan FCC yang menghapus produknya dari jaringan telekomunikasi. “Ini menempatkan warga AS di perdesaan, yang sebagian besar kurang terlayani, pada risiko terkait layanan komunikasi,” kata perusahaan, akhir tahun lalu (22/10/2020).
Corporate Senior Vice President and Director of the Board Huawei Catherine Chen menilai, AS salah mengidentifikasi perusahaan sebagai ancaman siber. “Mengecualikan Huawei tidak membuat AS lebih aman. Belum ada penurunan serangan siber di Amerika atau di mana pun sejak Huawei diblokir,” kata dia kepada The Guardian, dikutip tiga minggu lalu (2/9).
Ia menegaskan bahwa Huawei tidak pernah menerima permintaan apa pun dari pemerintah Cina untuk melemahkan kepentingan negara lain atau bertindak secara ilegal.
“Pendiri kami mengatakan hal yang sama ketika dia diwawancarai di Cina. Pemerintah Tiongkok dan rakyat memahami posisi kami dalam hal ini,” ujar Catherine.
Ia mengatakan, pendiri perusahaan Ren Zhengfei menyatakan bahwa Huawei akan pernah memenuhi permintaan yang melemahkan negara lain. “Ini adalah sesuatu yang telah kami nyatakan berulang kali,” ujar dia.