Nilai Fintech Syariah Tumbuh Tiga Kali Lipat di Masa Pandemi
Perusahaan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) syariah mengalami lonjakan permintaan layanan pinjaman syariah di masa pandemi. Bahkan, peningkatan nilai pinjaman mencapai tiga kali lipat.
CEO Alami Dima Djani mengatakan, peningkatan paling signifikan terjadi setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan di beberapa daerah. "Mungkin karena digitalisasi tiba-tiba menjadi prioritas," kata Dima kepada Katadata.co.id, Jumat (13/11).
Pada Mei lalu saat beberapa daerah menerapkan PSBB, Alami hanya menyalurkan pinjaman syariah sebesar Rp 9 miliar. Kemudian, pada Oktober nilai pinjaman yang diberikan perusahaan tercatat naik menjadi Rp 30 miliar. "Ada kenaikan tiga kali lipat lebih," kata Dima.
Mayoritas layanan yang banyak diberikan perusahaan yaitu produk anjak piutang. Seiring permintaan layanan yang meningkat, perusahaan berupaya mitigasi risiko dengan memberikan penilaian ketat pada UMKM yang akan mendapatkan pendanaan.
Alami menyasar UMKM yang potensial di masa pandemi, seperti sektor kebutuhan pokok atau groceries dan kesehatan. Hingga saat ini perusahaan telah menyalurkan 1.000 lebih pembiayaan dan menggaet hampir 10 ribu pemberi pinjaman (lender).
Begitu juga dengan penyelenggara fintech lending syariah lainnya Ammana. Chief Executive Officer Ammana Lutfi Ardiansyah mengatakan, nilai pinjaman yang diberikan perusahaan tumbuh 44% di masa pandemi.
Jumlah total penyaluran dana yang diberikan perusahaan hingga saat ini mencapai Rp 182 miliar. Total UMKM yang diberi pendanaan Ammana mencapai 2.148 entitas dan total lender mencapai 4.208.
Meski begitu, di masa pandemi Ammana mengalami kendala dalam melayani pembiayaan untuk kegiatan umroh. "Karena umroh memang masih terbatas dan belum pulih total, akses pembiayaan pun masih belum bisa dimulai normal," kata Lutfi ketika dihubungi Selasa pekan lalu (3/11).
Penyelenggara fintech lending syariah lainnya Dana Syariah juga mencatatkan pertumbuhan nilai pinjaman hingga 300% di 2020 secara tahunan (year on year/yoy).
"Artinya peminat dari pendanaan yg berskema syariah sangat luar biasa pertumbuhannya," katanya CEO dan Founder Dana Syariah Taufiq Aljufri kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 1.100 peminjam (borrower) yang berhasil diberikan fasilitas pendanaan melalu Dana Syariah. Sedangkan, jumlah lender mencapai lebih dari 135.000.
Ia melihat, potensi pasar fintech lending syariah sangat besar. Sebab, tidak semua kebutuhan pendanaan bisa terlayani oleh lembaga keuangan baik bank maupun fintech konvensional. "Misalnya karena tidak memenuhi persyaratan administratif bank, atau karena nilai kebutuhannya terlalu kecil," katanya.
Selain itu, potensi juga datang dari banyaknya peminat atau kelompok masyarakat yang menginginkan skema pembiayaan secara syariah.
Berdasarkan State of The Global Islamic Economic Report, konsumsi dan ekspor produk halal meningkat masing-masing 3,6% dan 19,2% pada 2017. Aset keuangan syariah dalam negeri pun mencapai US$ 82 miliar atau sekitar Rp 1.155 triliun, masuk 10 besar dunia pada 2018.
"Fintech syariah dapat memberikan kontribusi untuk pertumbuhan layanan keuangan syariah ini dengan kemampuan teknologinya," kata Lead Research Economist Islamic Development Bank Mohammed Obaidullah dalam acara Indonesia Fintech Summit 2020 pada Kamis (12/11).
Apalagi, menurut Obaidullah, di masa pandemi, digitalisasi masif dilakukan, termasuk untuk layanan keuangan. Hal tersebut membuat potensi fintech syariah semakin besar.
Tahun lalu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, kontribusi keuangan syariah pada total industri keuangan baru mencapai 8,69% di 2019.
Menurut Ma'ruf, sebuah hasil penelitian memproyeksikan bahwa aset keuangan syariah secara global bakal mencapai US$ 3,9 triliun pada 2023. "Ekonomi digital akan membuka peluang untuk mendongkrak pangsa pasar (keuangan syariah) di Indonesia," ujar Ma'ruf di Jakarta pada September tahun lalu.
Ia menyebut, pada 2019 Indonesia sudah memiliki fintech syariah paling banyak di seluruh dunia yang mencapai 31 perusahaan. Disusul Amerika Serikat (AS) sebanyak 12 fintech syariah dan Uni Emirat Arab (UEA) sebanyak 11 fintech syariah.