Perbankan Raih Keuntungan dengan Menggandeng Fintech Pembayaran

Fahmi Ahmad Burhan
13 November 2020, 20:59
kolaborasi, bank, fintech, BNI,
dok. BNI
Kegiatan di BNI di masa pandemi.

Tren Kolaborasi Fintech dan Bank

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengatakan fintech perlu berkolaborasi dengan perbankan untuk memperluas penggunaan layanan. Perusahaan bisa memanfaatkan jaringan dan basis konsumen yang ada di perbankan.

Sementara perbankan bisa memanfaatkan kemampuan teknologi dan data yang dimiliki oleh fintech. Sektor fintech lending misalnya, sudah mempunyai pusat data atau Fintech Data Center (FDC) yang menjaring data 26 juta peminjam.

Tercatat, beberapa perusahaan fintech lending gencar berkolaborasi dengan perbankan, misalnya, Modal Rakyat berkolaborasi dengan BRI. BRI berkomitmen menyalurkan pembiayaan hingga Rp 30 miliar untuk UMKM melalui Modal Rakyat. Penyaluran pinjaman dari BRI itu akan diutamakan untuk pelaku usaha kecil dan menengah. Besaran kreditnya rerata Rp 250 juta.

Kemudian, Investree berkolaborasi dengan Bank Mandiri untuk menyalurkan pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Kemitraan ini berlangsung selama Juli hingga September lalu.

Skema kerja sama itu channeling, yang artinya Investree menjadi perpanjangan tangan Bank Mandiri untuk menyalurkan pembiayaan. Badan usaha milik negara (BUMN) ini pun berhak menentukan penerima pinjamannya.

Bank Mandiri juga bisa memanfaatkan teknologi penilaian kredit (credit scoring) milik Investree. Ini dapat membantu perusahaan memetakan UMKM mana yang cocok untuk diberikan pinjaman, sekaligus mengukur risiko kreditnya.

UangTeman juga berkolaborasi dengan Bank Sampoerna. Dengan kolaborasi itu, Bank Sampoerna menjadi pemberi pinjaman (lender) institusi di platform UangTeman. Kolaborasi ini ditujukan untuk memperkuat penyaluran pembiayaan ke sektor produktif, khususnya UMKM.

Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri juga menyebut, fintech harus gencar berkolaborasi dengan berbagai ekosistem, termasuk perbankan agar layanannya semakin masif digunakan di daerah.

Sebab, saat ini menurutnya infrastuktur digital masih timpang yang membuat penetrasi fintech di Indonesia tidak merata.  "Satu hal kunci pemulihan ekonomi yaitu dengan teknologi, tapi ini mahal dan tidak tersedia bagi semua orang," ujar Chatib dalam acara Indonesia Fintech Summit 2020 pada Kamis(12/11).



Survei dari Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan, bahwa 24,1% hingga 30% responden 1.155 responden menyatakan di daerahnya, belum ada jasa fintech pembayaran atau dompet digital (e-wallet). Selain itu, 90,4% lebih sering menggunakan uang tunai saat bertransaksi.

Sebanyak 42,9% tinggal di daerah urban, sementara sisanya di rural atau perdesaan. Separuh lebih dari responden berusia 23-38 tahun. Kemudian, 25,8% berumur 39-54 tahun, dan 20,7% berusia 15-22 tahun. Sedangkan sisanya baby boomer atau rentang 55-65 tahun.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...