Pemerintah Ingin Fintech Ikut Salurkan Bansos, tapi Ada 6 Tantangan

Fahmi Ahmad Burhan
26 Maret 2021, 18:39
Pemerintah Ingin Fintech Ikut Salurkan Bansos, tapi Ada 6 Tantangan
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.
Sejumlah pengemudi ojek daring menyiapkan paket sembako bantuan sosial untuk di distribusikan di Kantor Pos Indramayu, Jawa Barat, Selasa (27/10/2020).

Pemerintah berencana melibatkan startup teknologi finansial (fintech) untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos). Namun, ada enam tantangan yang harus diatasi yakni infrastruktur hingga keamanan siber.

Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Suprayoga Hadi mengatakan, pemerintah sudah mengkaji kemungkinan fintech menyalurkan bansos. Selain itu, telah menjalankan sejumlah proyek percontohan terkait ini.

Proyek government to people (G2P) 4.0 itu seperti penyaluran sembako non-tunai dengan lima opsi pembayaran yakni nomor ponsel (simcard), near-field communication (NFC), kartu, kode quick response (QR Code), dan rekening ponsel dalam program Simpanan Keluarga Sejahtera.

Suprayoga menilai bahwa keterlibatan fintech dalam penyaluran bansos penting, terutama pandemi Covid-19. Sebab, penyalurannya dapat dilakukan tanpa kontak fisik sehingga meminimalkan risiko tertular virus corona.

Apalagi, jumlah masyarakat kelompok penerima manfaat (KPM) bertambah saat pandemi corona. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah pun lebih beragam.

"Jadi, mau tidak mau harus ada penyaluran bantuan yang memanfaatkan teknologi fintech," kata Suprayoga dalam acara AFTECH Expert Gym, Jumat (26/3).

Pada tahun lalu, jumlah penerima bantuan program leluarga harapan (PKH) naik dari 9,2 juta menjadi 10 juta. Begitu juga dengan nilainya yang meningkat 25%.

Jumlah penerima program bantuan pangan non-tunai (BPNT) juga naik dari 15,2 juta menjadi 20 juta. Kemudian, penerima kartu sembako bertambah dari 12,5 juta menjadi 20 juta. Sedangkan nilainya meningkat 30% menjadi Rp 200 ribu.

Selain bantuan reguler, pemerintah juga meluncurkan program bansos khusus bagi warga yang terpukul pagebluk Covid-19. Pertama, sembako dari pemerintah pusat untuk 1,2 juta keluarga di DKI Jakarta senilai Rp 600 ribu per bulan, selama tiga bulan.

Kedua, Rp 600 ribu per bulan selama satu kuartal untuk 1,6 juta warga di Bodetabek. Terakhir, bantuan langsung tunai (BLT) Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan bagi sembilan juta keluarga di luar Jabodetabek

Ada juga bantuan berupa listrik gratis bagi 24 juta pelanggan golongan 450 VA. Selain itu, diskon tarif 50% untuk tujuh juta konsumen golongan 900 VA.

Akan tetapi, ada enam tantangan yang harus dihadapi jika ingin melibatkan fintech dalam penyaluran bansos. Pertama, penyediaan infrastruktur. "Perlu ada semacam server untuk menyimpan data," ujarnya. 

Apalagi, jika verifikasi penyaluran bansos menggunakan basis data biometrik. "Penyediaan server menjadi tidak mudah. Penyaluran secara fisik, mudah. Kalau ini, memanfaatkan akses sistem dan lainnya. Ini jadi tantangan," katanya. 

Kedua, membuat standardisasi bagi fintech. Sebab, tidak semua startup di sektor ini mempunyai kemampuan yang cukup dalam menyalurkan bansos.

"Harus ada standar. Fintech mana saja yang bisa kerja sama dengan pemerintah," ujarnya.

Ketiga, masalah regulasi. Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang PKH menyatakan, proses penyaluran melalui bank penyalur ke rekening atas nama penerima.

Kemudian, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43 Tahun 2020, Nomor 228 Tahun 2016, Nomor 254 Tahun 2015, dan Nomor 254 Tahun 2015 menyebutkan bahwa penyaluran bansos tunai melalui bank atau pos.

Selain itu, tiap daerah memiliki kebijakan dan regulasi yang berbeda. "Misalnya, ada aturan seperti di Aceh yang mengharuskan penyaluran bansos secara syariah," ujarnya.

Keempat, kurangnya literasi digital masyarakat. Kelima, komersialisasi bisnis. Sebab, Deputi Dirketur Departemen Kebijakan Sitem Pembayaran BI Ricky Satria mengatakan bahwa fintech yang terlibat juga membutuhkan biaya operasional.

"Mereka mungkin tidak meminta profit, tapi fintech juga memikirkan bagaimana agar biayanya tercukupi," ujarnya.

Keenam, masalah keamanan. "Apalagi, jika verifikasi penyaluran bansos menggunakan biometrik. Itu harus diperhatikan lagi keamanan datanya," kata dia.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...