Pendapatan Huawei Tumbuh Melambat karena Sanksi AS

Fahmi Ahmad Burhan
26 Oktober 2020, 10:22
Pendapatan Huawei Tumbuh Melambat karena Sanksi AS
123RF.com
Ilustrasi Huawei

Pendapatan raksasa teknologi asal TiongkokHuawei hanya tumbuh 9,9% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 671,3 miliar yuan atau U$$ 98,57 miliar (Rp 1.448 triliun) per kuartal III. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan periode sama tahun lalu 24,4%.

Dalam pernyataan resminya, perusahaan terpukul pandemi corona dan sanksi dari Amerika Serikat (AS). "Saat dunia bergulat dengan Covid-19, rantai pasokan global Huawei berada di bawah tekanan kuat, sehingga produksi dan operasinya menghadapi tantangan signifikan," kata Huawei dikutip dari Chinadaily, akhir pekan lalu (24/10).

Director general di Information Consumption Alliance Xiang Ligang mengatakan, Huawei berinovasi dari sisi bisnis meski tertekan sanksi AS. Alhasil, pendapatannya masih bisa tumbuh positif.

"Pada kenyataannya, Huawei melakukan pekerjaan yang baik di tengah semua tantangan dan hambatan yang terpaksa harus dihadapi," kata dia.

Huawei masuk daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan AS sejak Mei 2019. Perusahaan Negeri Paman Sam yang ingin bekerja sama harus mengajukan izin kepada pemerintah terlebih dahulu.

Google sudah beberapa kali mengajukan izin bermitra dengan raksasa teknologi asal Tiongkok itu, tetapi lisensinya kedaluwarsa pada Agustus lalu. Kini, ponsel dan tablet Huawei yang diluncurkan setelah pertengahan Mei 2019, tidak akan didukung oleh Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail dan YouTube.

Meski begitu, Huawei sudah menyiapkan sejumlah perangkat lunak (software) untuk mendukung bisnis ponselnya sejak beberapa tahun lalu. Ini memungkinkan gawai perusahaan hadir tanpa dukungan Google.

Huawei memperkenalkan Harmony OS sebagai sistem operasi (operating system/OS) pengganti Android milik Google. Beberapa pembocor gadget mengatakan, tablet MatePad Pro dan MatePad Pro 5G terbaru akan lebih dulu mengadopsi OS tersebut.

Perusahaan teknologi itu juga membangun toko aplikasi sendiri yang disebut AppGalery sejak 2011. Pada Februari lalu, Huawei mengklaim AppGalery menempati urutan ketiga terbesar di dunia, setelah Google Play Store dan AppStore.

Perusahaan juga mengembangkan platform ekosistem Huawei Mobile Services (HMS) sebagai pesaing GMS. Mereka menggaet 1,6 juta pengembang untuk membangun HMS, dan meluncurkan versi terbarunya HMS 5.0.

Selain itu, perusahaan meluncurkan aplikasi sendiri seperti Huawei Video dan Music. Perangkat lunak seperti ini bisa menjadi pesaing YouTube hingga Spotify.

Untuk mempertahankan penjualannya, Huawei juga mengandalkan pasar Tiongkok. Berdasarkan riset Canalys, Tiongkok menjadi pasar yang kuat dan bahkan mampu membawa perusahaan ke posisi pertama dengan pengiriman gadget terbanyak pada kuartal II lalu, sebagaimana Databoks berikut:

Meski begitu, Vice President Canalys Nicole Peng menilai bahwa pasar Tiongkok tidak akan dapat menyelamatkan Huawei dalam jangka panjang. "Tidak masalah berapa banyak permintaan dari pasar Tiongkok saat ini, karena Huawei memiliki pasokan komponen yang terbatas," ujar dia dikutip dari Financial Times, Sabtu (24/10).

Apalagi, berdasarkan data dari Canalys, penjualan ponsel pintar (smartphone) di Tiongkok turun 18% yoy pada kuartal III. Huawei bahkan dikabarkan akan menjual merek Honor.

Sebelumnya, Wakil Presiden Huawei untuk Eropa Abraham Liu menyampaikan bahwa bisnis semakin sulit sejak AS memperluas sanksi terhadap afiliasi perusahaan. “Sejak Agustus ini menjadi semakin sulit,” kata dia kepada surat kabar Austria, Kurier, dikutip dari Reuters, Senin lalu (11/10).

Pemerintah Negeri Paman Sam menambahkan 38 afiliasi semikonduktor Huawei ke dalam daftar hitam pada Agustus lalu, sehingga totalnya menjadi 152. Akibatnya, perusahaan semakin sulit mendapatkan pasokan perangkat.

Liu mengatakan, Washington memeras produsen semikonduktor untuk tidak bekerja sama dengan Huawei. Akibat kebijakan ini, HiSilicon tak dapat memproduksi cip (chipset) sejak September lalu.

Meski begitu, ia optimistis dapat melayani pelanggan Eropa di sektor jaringan internet generasi kelima atau 5G. “Ini karena banyak persiapan dan investasi di awal, dengan teknologi paling canggih,” kata Liu.

Selain itu, Huawei masih mencari solusi agar pengguna ponselnya tetap dapat menggunakan aplikasi-aplikasi pendukung kegiatan sehari-hari. “Untuk pelanggan pribadi, pemilik ponsel, kami melihat kesulitan besar. Ada 90 juta pengguna Huawei di Eropa,” ujar Liu.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...