Senator AS Kaji Aturan Melarang Pegawai Pemerintahan Pakai TikTok
Huawei mendapat sanksi dari Amerika Serikat (AS) karena dituduh melakukan spionase. Kini, dua senator dari Partai Republik Josh Hawley dan Rick Scott mengusulkan aturan yang melarang pegawai pemerintahan mengunduh aplikasi TikTok di ponsel fasilitas negara.
Kedua senator itu mengaitkan aplikasi buatan pengembang Tiongkok itu dengan Partai Komunis. Keduanya mengusulkan kebijakan larangan tersebut karena khawatir pemerintah Tiongkok menggunakan data pegawai pemerintahan AS mulai dari kontak pribadi hingga lokasi yang didapat dari TikTok.
"TikTok dimiliki oleh perusahaan Tiongkok (ByteDance) yang terkait anggota Partai Komunis Tiongkok di dewan, dan diharuskan oleh hukum untuk berbagi data pengguna dengan Beijing," kata Senator AS Josh Hawley dikutip dari Reuters, kemarin (12/3).
(Baca: CEO Startup Hingga Parlemen AS Sebut TikTok Parasit dan Mata-mata)
Jika aturan itu disahkan menjadi Undang-undang (UU), maka pegawai pemerintahan AS tidak diperbolehkan menggunakan TikTok di ponsel fasilitas negara. TikTok hanya boleh digunakan untuk tujuan penelitian, investigasi, dan kepentingan keamanan nasional.
"Seperti yang sudah diakui banyak lembaga federal, TikTok menjadi risiko keamanan utama bagi AS, dan tidak ada tempat di perangkat milik pemerintah," ujar Hawley.
Pada November 2019 lalu, anggota parlemen AS juga meminta TikTok diselidiki terkait keamanan nasional. Parlemen AS khawatir aplikasi yang dikembangkan ByteDance itu tidak bisa menyensor konten sensitif secara politik dan tak menjamin keamanan data pribadi pengguna.
Angkatan Darat AS pun melarang para tentaranya menggunakan aplikasi tersebut dengan alasan keamanan. Kekhawatiran para pejabat AS itu juga dikarenakan TikTok telah berkembang pesat di kalangan remaja AS. Sekitar 60% dari 26,5 juta pengguna aktif bulanan TikTok di AS berusia 16 dan 24 tahun.
(Baca: Punya 625 Juta Pengguna Aktif, TikTok bisa Lebih Besar dari Instagram)
Namun, TikTok mengklaim sudah merespons kekhawatiran para pejabat AS dengan beberapa kebijakan. "Meskipun kami pikir kekhawatiran itu tidak berdasar, kami memahaminya dan terus memperkuat perlindungan dan menjelaskan kebijakan kami," kata juru bicara TikTok dikutip dari CNET.
TikTok bahkan sedang mengembangkan pusat transparansi di Los Angeles, AS. "Pusat transparansi akan memberi wawasan tentang upaya kami seputar privasi data, keamanan, dan praktik moderasi," kata dia.
Popularitas TikTok digadang-gadang dapat mengalahkan Instagram. Pada 2019 lalu, berdasarkan riset Sensor Tower, Instagram masih menjadi aplikasi dengan pengguna aktif terbanyak yaitu lebih dari 1 miliar. Namun TikTok mulai menyusul, dengan 625 juta pengguna aktif berdasarkan data AppAnnie.
AS merupakan pangsa pasar terbesar ketiga TikTok dengan jumlah unduhan aplikasi sampai 123,8 juta. Pada 2019 lalu, Tiongkok menjadi pasar terbesar TikTok bersama dengan India. Di Negeri Bollywood, aplikasi media sosial itu diunduh 466,8 juta kali di App Store dan Google Play Store.
(Baca: Bersaing Ketat dengan Facebook, TikTok Gaet iFlix Perkuat Pasar Asia)