Bappenas Dorong Data Digital untuk Rancang Kebijakan Pemerintah

Miftah Ardhian
21 Februari 2017, 14:28
Bambang Bappenas
Arief Kamaludin | Katadata
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.

Penggunaan big data ini juga bisa untuk memantau secara cepat peristiwa yang terjadi seperti banjir, kebakaran, dan lain sebagainya, agar pihak-pihak berwenang dapat bergerak cepat. Pemerintah juga kerap menggunakan big data untuk mengetahui penyaluran program perlindungan sosial, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Tani dan Nelayan.

"Penggunaan big data sangat bagus untuk melihat kebijakan pemerintah dan juga menangkap krisis, serta untuk rekomendasi kebijakan yang lebih baik," ujarnya.

Kelompok Penasihat Ahli Independen (The Independent Expert Advisory Group/IEAG) yang dibentuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti beberapa tantangan dalam penggunaan big data untuk memberikan gambaran yang lebih baik mengenai dunia, khususnya di Indonesia. Indonesia dinilai salah satu sumber data digital terkaya di dunia. 

Direktur UN Global Pulse Robert Kirkpatrick melihat pemanfaatan big data ini tergantung dari kemampuan dalam melihat sumber-sumber baru dari data real time dan teknologi-teknologi inovatif untuk memberikan informasi dalam perumusan kebijakan

Untuk itu, Kirkpatrick menekankan pentingnya penggunaan teknologi analisis data mutakhir untuk pembuatan kebijakan. Penggunaan big data ini dinilai dapat mengubah sudut pandang pembuat kebijakan dalam melihat suatu masalah dan menjadi masukan untuk keputusan strategis. "Penggunaan big data ini dapat mengukur dan mencapai kemajuan menuju agenda pembangunan berkelanjutan tahun 2030," ujarnya.

(Baca: Ubah Sistem Perencanaan dan Anggaran, Pemerintah Buat Aturan Baru)

Sementara itu, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia Douglas Broderick mengatakan, saat ini setiap orang, termasuk pembuat kebijakan, membutuhkan informasi yang beragam, terintegrasi, tepat waktu dan dapat dipercaya. Data ini dapat melengkapi sumber-sumber data tradisional untuk perumusan kebijakan yang lebih baik.

"Karena pengumpulan data secara tradisional membutuhkan waktu yang lama. Survei memakan banyak biaya dan diskusi kelompok tidak cukup untuk menangkap keberagaman di Indonesia," ujarnya.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...