Proyeksi Dampak ‘Zombi Unicorn’ di Silicon Valley ke Startup Indonesia
Korporasi teknologi di Silicon Valley, Amerika Serikat (AS) mencatatkan masa terburuk tahun ini dan disebut ‘zombie unicorn’. Perusahaan modal ventura East Ventures memperkirakan, ada sejumlah dampak yang akan dirasakan oleh startup Indonesia.
Silicon Valley merupakan pusat inovasi di Amerika yang mencetak banyak perusahaan teknologi raksasa seperti Apple, Facebook, Google, Netflix, Tesla, Twitter hingga Yahoo. Letaknya di selatan San Francisco, California, AS. Wilayah ini menampung sekitar 2.000 perusahaan teknologi.
Sejumlah perusahaan teknologi di Silicon Valley, AS mencatatkan kinerja buruk dan disebut zombie unicorn. Frasa zombi unicorn merujuk pada perusahaan rintisan bernilai tinggi tetapi goyah dan membutuhkan investor baru untuk menyelamatkan bisnis mereka.
Harga saham startup olahraga di Silicon Valley, Peloton misalnya turun dari US$ 163 pada akhir 2020 menjadi sekitar US$ 17 pada awal bulan ini (5/5). The Wall Street Journal melaporkan, eksekutif perusahaan ingin menjual saham minoritas kepada investor luar.
Peloton juga memberhentikan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya pada Februari.
Kemudian, perusahaan klip video selebritas Cameo merumahkan 87 orang atau sekitar seperempat dari total staf minggu lalu.
Lalu, platform investasi berbasis online untuk saham, kripto, dan emas, Robinhood mencatatkan penurunan harga saham 4,62% di Nasdaq pada awal bulan ini (6/5). Robinhood juga memberhentikan 9% dari total karyawan penuh waktunya.
Perusahaan barang konsumen Thrasio juga dikabarkan memberhentikan sebagian karyawan. PHK ini menjadi bagian dari reorganisasi yang lebih besar perusahaan.
Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, masa terburuk perusahaan teknologi Silicon Valley itu terjadi karena sejumlah pemicu, seperti:
- Ekspektasi investor kepada perusahaan teknologi berkurang setelah pandemi Covid-19
- Tingginya inflasi dunia yang membuat bank sentral AS, The Fed menaikkan suku bunga
- Kekhawatiran geopolitik, seperti perang Rusia dan Ukraina
"Ini akan memberi dampak ke dunia, dimana investor lari ke aset yang lebih aman," kata Roderick, Selasa (17/5).
Khusus di Indonesia, menurutnya relatif lebih terjaga. Sebab, ekonomi Indonesia secara makro cenderung stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi kuartal I mencapai 5,01% secara tahunan.
Meski begitu, startup Indonesia tetap terkena imbasnya. "Ada perubahan pola pendanaan dan valuasi," katanya.
Menurutnya, investor akan mencari startup Indonesia yang dianggap berkualitas. Sedangkan, dari sisi valuasi akan ada penyesuaian.
Sebelumnya, Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan mengatakan, sentimen negatif global seperti yang terjadi di Silicon Valley memang bisa berpengaruh ke startup Indonesia.
"Namun, itu mungkin sesaat dan tergantung situasi," kata Edward kepada Katadata.co.id, pekan lalu (12/5).
Ia mengatakan, investor global yang berencana berinvestasi ke startup Indonesia pun bisa saja berpikir ulang melihat kondisi tersebut. Apalagi, menurutnya investor startup saat ini mengamati situasi pasar modal.
"Ini sangat berpengaruh juga ke sentimen di Indonesia," katanya.
Meski begitu, investor akan tetap melihat fundamental startup dan potensi pasar yang masih menjanjikan. Fundamental perusahaan rintisan dilihat dari besarnya pasar, pangsa pasar, dan lintasan pertumbuhan.