Indonesia Terancam Resesi, Bagaimana Nasib Startup?
Indonesia termasuk dalam negara terancam resesi, menurut survei Bloomberg. Bagaimana dampak sentimen ini terhadap industri startup Tanah Air?
Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menilai, ancaman resesi di sejumlah negara akan berdampak terhadap pendanaan ke startup Indonesia, terutama dari investor luar negeri. Ini karena likuiditas berkurang.
Sedangkan bagi investor lokal, investasi akan terus berlangsung. "Sebab, investasi di startup kan untuk jangka panjang," kata Eddi kepada Katadata.co.id, Senin (18/7).
“Rata-rata waktu horizon tujuh sampai delapan. Nah, investor lokal ini semestinya investor jangka panjang,” tambah dia.
Ia juga mengatakan, valuasi perusahaan rintisan akan terkoreksi di tengah ancaman resesi. Kapitalisasi startup jumbo asal Singapura, Sea Group dan Grab misalnya.
Kapitalisasi pasar induk Shopee, Sea Group misalnya, hanya US$ 38,71 miliar pada akhir pekan lalu (15/6) menurut data YCharts. Nilainya turun drastis dibandingkan Oktober 2021 sekitar US$ 200 miliar.
Kapitalisasi pasar Grab juga anjlok dari sekitar US$ 40 miliar saat mencatatkan saham perdana alias IPO menjadi US$ 9,56 miliar hari ini. Ini artinya, pesaing Gojek itu kehilangan status decacorn.
Akan tetapi, Eddy menilai bahwa penurunan valuasi startup seperti sekarang ini justru waktu yang tepat bagi investor untuk masuk. “Kalau punya dana menganggur, bisa jadi waktu yang baik untuk berinvestasi," katanya.
Namun, menurutnya investor akan tetap mempertimbangkan banyak hal dalam berinvestasi ke startup. Penanam modal akan melihat unit ekonomi perusahaan rintisan yang dibidik.
Selain itu, melihat lebih jeli melihat runway startup. Runway merupakan istilah yang menggambarkan panjangnya umur perusahaan rintisan.
Investor akan memperhatikan model bisnis dan jalur menuju profit dari startup.
Sebelumnya, survei Bloomberg menunjukkan bahwa risiko resesi ekonomi di beberapa negara meningkat akibat inflasi tinggi, termasuk Indonesia.
Berdasarkan survei itu, Sri Lanka berada diurutan paling atas sebagai negara yang dianggap sangat mungkin mengalami resesi. Probabilitasnya 85%.
Sedangkan Indonesia 3%. Inflasi di Nusantara 4,35% secara tahunan (year on year/yoy) atau yang tertinggi sejak Juni 2017, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi Juni 0,61%. Utamanya karena kenaikan harga pangan, seperti cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam.
Negara lainnya juga terancam resesi. Kemungkinan Filipina resesi 8%, Thailand dan Vietnam 10%. Sedangkan Malaysia 20%.
Perusahaan Pialang Global Nomura Holdings juga memperkirakan ada tujuh negara yang masuk jurang resesi ekonomi tahun depan, yaitu:
- Amerika Serikat
- Zona Eropa
- Inggris
- Jepang
- Korea Selatan
- Australia
- Kanada
Dalam catatan penelitian, Nomura menggarisbawahi beberapa negara ekonomi menengah, termasuk Australia, Kanada, dan Korea Selatan, akan menghadapi masalah utang. Mereka berisiko mengalami resesi lebih dalam dari perkiraan, jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan di sektor perumahan.