Dampak Ancaman Resesi Amerika ke Startup Indonesia
Sejumlah analis memperingatkan bahwa Amerika Serikat (AS) berpotensi jatuh ke jurang resesi tahun depan. Bagaimana dampaknya ke investasi startup di Indonesia?
Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan, resesi di Amerika akan memengaruhi pendanaan, khususnya bagi startup Indonesia di tingkat pertumbuhan atau growth stage.
"Investasi bagi startup di level unicorn dan decacorn, serta animo pasar modal secara umum juga terpengaruh," kata Edward kepada Katadata.co.id, Senin (25/7).
Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Sedangkan decacorn lebih dari US$ 14 miliar atau Rp 140 triliun.
Ia mengatakan, pendanaan dari Amerika ke startup di sektor itu akan mengalami penurunan. Sebab, ancaman resesi memberikan sentimen negatif atas investasi sektor teknologi.
"Namun, dengan peta jalan yang jelas dan rasio keuangan yang baik, seharusnya investasi startup tetap menarik," ujarnya.
Ketua Umum Amvesindo Eddi Danusaputro juga menyampaikan, resesi AS akan berpengaruh terhadap likuiditas. “Terutama dari investor asing, ini membuat pendanaan berkurang,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (8/7).
Ia tidak mengungkapkan seberapa besar pengaruh investasi asing, terutama dari AS kepada ekosistem startup di Indonesia. Namun, sejumlah investor perusahaan rintisan asal Negeri Paman Sam memang rajin berinvestasi di perusahaan rintisan Tanah Air.
Dua investor asal Amerika yang rajin berinvestasi di startup Indonesia, di antaranya:
- Lightspeed Ventures terlibat dalam putaran pendanaan Ula, Shipper hingga Chilibeli, dan Pintu.
- Y Combinator tercatat sebagai investor spesialis tahap awal di Indonesia, menurut Daily Social. Y Combinator melakukan lima transaksi pendanaan kepada startup Nusantara pada kuartal I.
Namun AS kini diambang resesi. Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan bahwa inflasi Juni 9,1%. Ia menegaskan, upaya untuk menurunkan harga menjadi prioritas utama pemerintah.
Data Biro Statistik Tenaga Kerja AS juga menunjukkan, inflasi bulan lalu lebih tinggi dari prediksi Dow Jones 8,8% maupun realisasi Mei 8,6%. Inflasi Juni juga merupakan yang tertinggi sejak November 1981.
“Kami akan mendukung upaya The Fed untuk mengendalikan inflasi,” katanya pada konferensi pers di Bali menjelang pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara G20, seperti dikutip dari CNBC.
Sebelumnya, survei Financial Times juga menyebutkan bahwa hampir 70% dari 49 ekonom akademisi menyatakan bahwa ekonomi AS akan resesi tahun depan. Bank of America (BofA) Securities memperkirakan hal serupa.