Konglomerat, Bank, BUMN Lebih Minat Suntik Startup E-commerce, Fintech
Industri Corporate Venture Capital (CVC) seperti buatan konglomerat, BUMN, dan bank di Indonesia tercatat lebih sering menyuntik startup e-commerce, logistik, dan teknologi finansial alias fintech, menurut laporan MDI Ventures.
CVC merupakan perusahaan besar yang berinvestasi pada startup. Sementara MDI Ventures ialah modal ventura di bawah Telkom.
“Salah satu tren utama yang kami lihat dari perusahaan CVC terbesar di pasar yakni fokus mereka pada kebutuhan konsumen digital seperti e-commerce dan logistik,” demikian dikutip dari laporan bertajuk ‘How Large Enterprise Can Enter CVC’ yang diterbitkan pada Jumat (29/9).
Laporan tersebut juga menyebutkan, fintech juga menjadi salah satu bidang yang paling diminati oleh investor teknologi global. “Ketiga sektor startup ini saling terkait satu sama lain dalam industri digital,” demikian dikutip.
“Banyak CVC memilih untuk membantu startup konsumer lokal tumbuh dan mendukung bisnis inti mereka, seperti dukungan distribusi atau ekosistem keuangan,” demikian dikutip.
Namun sebagian besar CVC menyasar sektor agnostik atau apapun, dan pada tahapa apapun. Startup yang disuntik seperti e-commerce, solusi business to business (B2B), fintech pembayaran, dan fintech investasi.
Beberapa perusahaan CVC utama di Indonesia di antaranya:
- Djarum : GDP Venture (2010)
Portofolio : Blibli.com, GOTO, Tiket.com - Sinar Mas : SMDV (2014)
Portofolio : Bukalapak, Omise, Warung Pintar - Telkom Indonesia : MDI Ventures (2015)
Portofolio : Kredivo, Run System, Privy - Bank Mandiri : Mandiri Capital Indonesia (2016)
Portofolio : Bukalapak, GOTO, Investree - BCA : Central Capital Ventura (2017)
Portofolio : Airwallex, Railsbank, Sinbad - Telkomsel : Telkomsel Mitra Inovasi (2019)
Portofolio : halodoc, Privy, Kredivo
BUMN tercatat menjadi pemain besar dalam lanskap modal ventura di Indonesia. Perusahaan yang berafiliasi dengan pemerintah, diaudit dengan lebih cermat dan memiliki saluran untuk mendistribusikan produk perusahaan portofolio untuk kepentingan publik.
Lewat kerja sama dengan startup, BUMN akan mendapatkan banyak manfaat bagi pertahanan bisnis di era disrupsi teknologi. Selain itu, dapat mempercepat upaya transformasi digital BUMN.
Contoh keuntungan investasi startup yang dilakukan oleh BUMN:
MDI Ventures di bawah Telkom memimpin pendanaan kepada startup layanan tanda tangan dan identitas digital yang berbasis di Jakarta, Privy mengumpulkan US$ 5 juta dalam putaran Seri A.
Teknologi Privy diadopsi dan diintegrasikan ke seluruh grup bisnis Telkom. Hal ini membuat proses grup secara keseluruhan menjadi lebih cepat, efisien, dan aman.
Portofolio MDI Ventures lainnya yakni Zenlayer bermitra dengan Telin untuk menyediakan layanan transit IP dan kolokasi tingkat atas
Jaringan global Zenlayer dan keahlian Telin dalam infrastruktur telekomunikasi memberikan solusi konektivitas yang ditingkatkan untuk bisnis di seluruh dunia. Sejak 2017, Zenlayer dan Telin berkolaborasi dengan edge data center dan layanan jaringan cloud.
Telkomsel Mitra Inovasi atau TMI bekerja sama dengan Kredivo untuk melakukan credit scoring berdasarkan data ekstensif Telkomsel. Mereka juga menawarkan beragam pilihan pembayaran untuk berbagai produk dan layanan Telkomsel.
Kemitraan TMI dengan Halodoc dalam menyediakan layanan kesehatan gratis dan paket data konsultasi telemedis selama krisis Covid-19.
Investasi Mandiri Capital Indonesia pada startup API keuangan Ayoconnect memberikan manfaat bagi Bank Mandiri pada Autobilling API Ayoconnect untuk mengimplementasikan pembayaran tagihan otomatis dan memperluas bisnis kartu kreditnya.
Secara khusus, kemitraan itu menghasilkan pertumbuhan volume penjualan 19% dan jumlah transaksi 23% pada 2020.
Moduit yang mengkhususkan diri dalam pengelolaan kekayaan dan layanan konsultasi, berkolaborasi dengan bank digital BCA 'blu' untuk memperluas akses terhadap produk pengelolaan kekayaan yang dikurasi dengan cermat.
Bank Mandiri memanfaatkan jaringan merchant dan pelanggan Bukalapak yang luas untuk menawarkan berbagai layanan keuangan dan produk perbankan, termasuk pembayaran tagihan, pinjaman digital, dan opsi pembiayaan untuk BukaMotor, BukaMobil, dan BukaRumah.
Namun, CVC mempunyai pro dan kontra. Sebab mengintegrasikan modal ventura dengan proses perusahaan yang ada, tidak selalu mudah.
“Sulit juga menemukan keseimbangan yang tepat antara modal ventura eksternal di satu sisi dan investasi internal perusahaan di sisi lain,” demikian dikutip.
Perusahaan atau BUMN mana pun yang mempertimbangkan untuk mendirikan cabang CVC internal harus melakukan analisis biaya-manfaat secara cermat, dan memastikan bahwa perusahaan tersebut memiliki selera risiko yang sesuai.
Berikut pro dan kontra bagi perusahaan membangun CVC:
Pro
- Kemungkinan memperoleh keuntungan finansial yang besar, jika startup yang tepat diidentifikasi
- Akses terhadap teknologi baru yang dapat melengkapi produk dan layanan perusahaan yang sudah ada
- Memperkuat ekosistem bisnis secara keseluruhan dan menciptakan sinergi perusahaan
- Menegaskan perusahaan sebagai pionir dan pemimpin pemikiran yang membimbing startup dan mendukung industri secara luas
Kontra
- Sifat investasi berisiko tinggi yang melekat pada modal ventura
- Sumber daya, seperti uang, waktu, dan tenaga kerja, harus didedikasikan untuk CVC, yang dapat dibelanjakan di tempat lain
- Harus melibatkan para ahli yang mampu mengidentifikasi startup yang sukses
- Harus mendedikasikan sumber daya untuk menginkubasi, membimbing, dan monetisasi startup setelah kemitraan terjalin
- Sulit untuk menyeimbangkan antara modal ventura dan jenis peluang investasi lainnya, seperti merger dan akuisisi