Riset Kaspersky: Bosan, 55% Anak di Asia Pasifik Ingin Belajar Offline

Fahmi Ahmad Burhan
3 Agustus 2021, 17:39
Sejumlah murid mengerjakan soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) saat menjalani uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) tahap 2 di SDN Kebayoran Lama Selatan 17 Pagi, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Dinas riset Pendidikan DKI Jakarta menggelar uji coba pembelajaran t
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Sejumlah murid mengerjakan soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) saat menjalani uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) tahap 2 di SDN Kebayoran Lama Selatan 17 Pagi, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Dinas Pendidikan DKI Jakarta menggelar uji coba pembelajaran tatap muka tahap 2 yang diikuti 226 sekolah.

Berdasarkan riset Kaspersky tersebut, hanya satu dari setiap lima keluarga secara global yang mengatakan kurikulum sekolah sudah sepenuhnya disesuaikan dengan kondisi pandemi.

Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky Chris Connell mengatakan, 68% orang tua di kawasan Asia Pasifik tidak ingin melanjutkan format pembelajaran online setelah pandemi. Alasannya, mereka khawatir anak-anaknya menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar dan terjadi penurunan kualitas pendidikan secara umum.

"Pembelajaran jarak jauh selama pandemi nyatanya membuat orang mengalami stres dan kelelahan, baik itu terhadap anak-anak, orang tua, dan guru," kata Chris.

Adapun riset Kaspersky dilakukan melalui metode survei selama periode April - Mei 2021. Selain Asia Pasifik, riset juga melibatkan berbagai wilayah lainnya.

Sebelumnya, Kaspersky juga memprediksi tren perubahan pendidikan dan penggunaan teknologi pada 2021. Tren yang terjadi tahun ini, pembelajaran marak memanfaatkan layanan video di media sosial seperti TikTok dan YouTube.

Sekitar 60% guru di dunia menggunakan YouTube di kelas. Namun, ada banyak video yang tidak sesuai untuk pelajar di platform milik Google tersebut.

Kemudian, banyak juga siswa dan guru yang melakukan pengembangan sistem manajemen pembelajaran atau learning management system yang memungkinkan pengajar melacak proses pembelajaran siswa. 

Lalu, maraknya penggunaan gim dalam belajar mengajar juga dimanfaatkan agar siswa tidak bosan. Game online yang bisa digunakan seperti Minecraft, Classcraft, atau Roblox. "Namun, ada potensi penipuan dari orang tidak dikenal, file berbahaya yang disamarkan sebagai pembaruan atau add-on game, dan lainnya," kata Kaspersky pada tahun lalu (30/12).

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...