Riset: 30% Layanan Telemedicine Sebut Pegawai Bahayakan Data Pasien
“Dengan melewatkan perlindungan tingkat tinggi seperti ini berarti berisiko kehilangan kepercayaan, tindakan disipliner, dan konsekuensi yang cukup besar,” kata Peter dalam keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id, Rabu (5/1).
Padahal, hampir tujuh dari sepuluh (67%) responden setuju bahwa industri perlu mengumpulkan lebih banyak informasi pribadi, untuk melatih kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dan memastikan diagnosis andal.
Itu berarti penyedia layanan kesehatan perlu memperkuat langkah-langkah keamanan siber untuk mempersiapkan era baru kedokteran digital.
Profesor Strategi Afiliasi di INSEAD dan pakar transformasi digital Chengyi Lin mengatakan, perusahaan harus berhati-hati dalam menyusun, mengelola, dan mengatur data kesehatan yang sensitif. Sebab, informasi kesehatan sangat berharga bagi individu dan sistem perawatan dalam meningkatkan hasil efektif dan alokasi biaya efisien.
“Kami melihat hasil yang menggembirakan dari penggunaan big data untuk desain uji klinis yang lebih baik serta mengurangi waktu dan biaya," kata Lin.
"Kami dapat memanfaatkan teknologi untuk memberikan manfaat sembari mengutamakan privasi misalnya, menggunakan langkah-langkah privasi tambahan untuk memfasilitasi adopsi AI,” tambahnya.
Head of Kaspersky Academy Denis Barinov menyampaikan, semakin kompleks dan kritis teknologi, semakin dibutuhkan kesadaran dari orang-orang yang menggunakannya. “Ini sangat penting bagi industri perawatan kesehatan yang memasuki tahap digital baru dan semakin menghadapi masalah terkait privasi dan keamanan,” ujar dia.