Amerika Larang Siswa Pakai ChatGPT, Bagaimana di Indonesia?
Amerika Serikat (AS) melarang siswa memakai ChatGPT. Bagaimana teknologi ini disikapi di Indonesia?
Departemen pendidikan di New York melarang penggunaan ChatGPT, dengan cara mencegah siswa membawah ponsel ke kelas. Alasannya, “bisa berdampak negatif terhadap pembelajaran siswa,” kata instansi, dikutip VOA News, Rabu (18/1).
Sejumlah dosen di Amerika dan Australia juga mengembalikan lembar ujian mahasiswa yang diduga menggunakan ChatGPT.
Asisten profesor filsafat Universitas Furman Darren Hick mengatakan akademisi tidak mengira ChatGPT akan dipakai dalam mengerjakan tugas. “Jadi kami agak dibutakan olehnya,” katanya kepada The New York Post, bulan lalu.
Hick meminta mahasiswa menulis esai 500 kata tentang filsuf abad ke-18 David Hume dan paradoks horor. Kemudian ia mendeteksi satu tugas dengan beberapa tanda yang ‘menandai’ penggunaan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).
“Ini gaya penulisan yang bersih, tapi itu bisa dikenali,” katanya. “Ada kata-kata aneh yang digunakan. Tidak salah, tetapi aneh.”
Hick mencoba ChatGPT dengan mengajukan pertanyaan yang diduga akan diajukan oleh mahasiswa. Hasilnya, tulisan mahasiswa itu 99,9% cocok dengan jawaban ChatGPT.
Sikap Indonesia Tentang ChatGPT
ChatGPT juga marak digunakan di Indonesia. Mantan Anggota Komisi Nasional Pendidikan Andreas Tambah mengatakan, ChatGPT merupakan hasil kemajuan teknologi dan kreativitas orang-orang hebat.
“Tentunya si pembuat ini punya tujuan tertentu, yang tentunya untuk kebaikan dan mempermudah kerja atau suatu tugas,” kata Andreas kepada Katadata.co.id, Rabu (18/1).
ChatGPT dikembangkan oleh lembaga riset asal San Fransisco, Amerika Serikat (AS), OpenAI. OpenAI didirikan oleh Elon Musk, Sam Altman, dan beberapa peneliti pada 2015.
Kemajuan teknologi seperti ChatGPT juga menjadi tantangan bagi pengajar. Namun menurutnya, kemajuan teknologi tidak bisa dibatasi.
“Pemerintah harus mengambil ancang-ancang untuk memblokir dampak buruk ChatGPT,” kata dia. Di satu sisi, pemerintah dan perguruan tinggi juga harus berlomba memanfaatkan teknologi ini.
Oleh karena itu, menurutnya tenaga pengajar harus diperkenalkan tentang teknologi ChatGPT, termasuk dampak buruk dan baiknya.
“Guru atau dosen zaman ini butuh kreativitas tinggi,” ujarnya.
Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, guru-guru di Indonesia banyak yang tidak mengetahui ChatGPT. “Yang tahu Google saja masih sedikit,” katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (16/1). “Memang butuh pembenahan.”