Minta Buka Ekspor Bijih Nikel, Ini Sejarah Indonesia Terbuai IMF

Dini Pramita
4 Juli 2023, 17:08
Ilustrasi IMF
123rf/maksym yemelyanov
Ilustrasi IMF

International Monetary Fund atau IMF meminta pemerintah Indonesia melonggarkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel dalam laporan berjudul, 'IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia'.

Menteri Keuangan Sri Mulyani berpandangan sah-sah saja IMF memiliki pandangan itu. Sebab, menurut dia, IMF tidak dapat menyetir kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia. "IMF boleh punya pandangan yang tertuang dalam article IV mereka, tetapi Indonesia punya kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat struktur industri kita," kata dia, Selasa (4/7).

Tanggapan serupa diberikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia. Ia menganggap IMF sedang memainkan standar ganda.

Menurut Bahlil, negara-negara Eropa tengah membangun konsesus pembangunan berkelanjutan lewat SDG's. Jika Indonesia tetap mengekspor mineral mentah seperti bijih nikel, kata dia, akan banyak bahan baku yang ditambang tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang bertentangan dengan SDG's.

Ia kemudian mengungkit sejarah kedatangan IMF yang memperburuk kondisi Indonesia dengan memberikan perumpamaan dokter yang salah memberikan diagnosis. "Apakah kita harus mengikuti dokter yang sudah membawa kita ke ruang rawat inap, masukkan kita ke ruang ICU, harusnya nggak operasi total kemudian operasi total dan gagal?"

 



Jejak Kelabu IMF di Indonesia

IMF menjejakkan kaki di Indonesia lewat paket-paket kebijakannya pertama kali pada Kamis, 15 Januari 1998. Saat itu Presiden Soeharto terjepit berbagai krisis di dalam negeri yang bermula dari krisis keuangan.

Dalam buku 'Terjajah di Negeri Sendiri', ekonom Revrisond Baswir, Deddy Heriyanto dan Rinto Andriyono menyebutkan krisis yang melanda Indonesia pada 1988 dapat dilacak dari krisis mata uang di Thailand pada 1997.

Revrisond Baswir dalam buku itu menyebutkan sentralisasi kekuasaan, penguasaan ekonomi oleh elit penguasa dan kroninya, industrialisasi pencari rente, KKN, menyebabkan kerapuhan ekonomi Indonesia. Akibatnya, tekanan eksternal dari krisis di Thailand merembet ke Indonesia tanpa bisa dihadang, yang menyebabkan Rupiah ikut jatuh.

Di sisi lain, Indonesia ditimpa masalah darurat berupa defisit transaksi berjalan. Krisis ekonomi berlarut-larut itu menyebabkan krisis politik di dalam negeri.

Untuk mengatasi situasi itu ada desakan kuat dari pemimpin negara-negara dunia seperti Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Perdana Menteri Jepang Hasmimoto Ryutaro agar Indonesia meminta bantuan IMF.

Pada 15 Januari 1998, Direktur IMF, Michel Camdessus, membawa dokumen Letter of Intent (LoI) untuk ditandatangani Presiden Soeharto. Penandatanganan ini menjadi penanda intervensi IMF terhadap kondisi keuangan dan perekonomian Indonesia saat itu.

Menurut Revrisond, untuk menanggulangi krisis Indonesia, IMF memiliki dua pola kebijakan dasar yang menjadi prasyarat bantuan moneter untuk Indonesia.

Paket kebijakan pertama bertujuan untuk mengatasi persoalan neraca pembayaran. Paket kebijakan ini berisikan empat komponen utama yaitu liberalisasi impor, devaluasi, pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter seperti pembatasan kredit dan pengenaan harga pada public utilities, dan mendorong investasi asing.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...