Banyak Petugas KPPS Meninggal, KPU Usul E-Rekap Hasil Pemilu ke Jokowi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan penggunaan e-rekap pada proses penghitungan suara hasil Pemilihan Umum (Pemilu). Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi adanya kasus petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia atau jatuh sakit saat proses rekapitulasi berlangsung pada Pemilu mendatang.
Usulan penggunaan sistem rekapitulasi suara ini disampaikan Komisioner KPU kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11).
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, e-rekap dapat mempermudah kerja para petugas KPPS saat mengumpulkan hasil penghitungan suara. Nantinya, hasil rekapitulasi suara secara elektronik langsung bisa ditetapkan oleh KPU.
(Baca: Lapor Hasil Pemilu 2019 ke Jokowi, KPU: Keterwakilan Perempuan Naik)
Selama ini, hasil rekapitulasi suara secara elektronik hanya dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Adapun, data resmi untuk penetapan hasil Pemilu masih dilakukan secara manual oleh para petugas KPPS.
Padahal, surat suara dalam Pemilu 2019 cukup banyak. Untuk diketahui, ada lima jenis surat suara dalam kontestasi politik tahun ini, antara lain untuk Pilpres, Pileg DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD.
"Kami mengusulkan penggunaan e-rekap. Jadi ini harus diubah di tingkat Undang-undang (UU), sehingga hasil Pemilu secara elektronik bisa langsung ditetapkan," kata Arief di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/11).
KPU pun mengusulkan penyediaan salinan dalam bentuk digital. Sebab, dalam Pemilu 2019, petugas KPPS harus menulis ratusan lembar salinan hasil rekapitulasi suara untuk seluruh peserta Pemilu.
Lewat usulan ini, nantinya petugas KPPS hanya perlu mengambil gambar atau memindai formulir C1 Plano yang telah diisi. Hasil foto atau pindai tersebut nantinya didistribusikan kepada seluruh peserta Pemilu melalui jaringan elektronik.
"Jadi itu nanti dianggap sebagai data atau salinan resmi," kata Arief.
Lebih lanjut, KPU juga mengusulkan adanya pemutakhiran data pemilih berkelanjutan. Menurut dia, hal tersebut diperlukan agar penyelenggara Pemilu tak mengulang lagi pencatatan data pemilih dari awal.
"Karena setelah Pilkada 2020 itu kan tidak ada pemilu sampai 2024. Jadi kami mengusulkan ada pemutakhiran data pemilih berkelanjutan," kata dia.
(Baca: Menkes Sebut Kematian 485 Petugas KPPS Bersifat Wajar)
KPU juga memberikan catatan atas durasi kampanye dan keserentakan Pemilu. Menurutnya, durasi kampanye yang terlalu lama dan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan secara serentak cukup merepotkan, terutama bagi para pemilih.
Karenanya, dia menilai hal tersebut perlu dikaji ulang. "Mungkin bisa menjadi bahan evaluasi dan revisi UU (Pemilu)," ucapnya.
Jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia dalam Pemilu 2019 diketahui mencapai 527 jiwa. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per tanggal 15 Mei 2019, petugas KPPS yang meninggal dunia terdapat di 25 provinsi. Jumlah petugas Pemilu yang meninggal terbanyak ada di Provinsi Jawa Barat, yakni 177 jiwa.
Selain mengenai proses rekapitulasi suara, KPU juga menyampaikan kepada presiden terkait dengan revisi UU Pemilu. KPU meminta agar hal tersebut dapat diselesaikan pada 2021.
Hal ini dilakukan agar KPU memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan penyelenggaraan Pemilu. Pasalnya, pihaknya memerlukan waktu dua tahun untuk sosialisasi dan menyusun Peraturan KPU (PKPU). Sehingga pada 2023-2024 tinggal memasuki tahapan penyelenggaraan.