Jelang Debat, Cawapres Diminta Komitmen Sahkan RUU Masyarakat Adat

Rena Laila Wuri
18 Januari 2024, 17:19
Warga Suku Baduy Luar mengikuti tradisi Ngaseuk atau musim tanam di Desa Bojong Menteng, Lebak, Banten, Senin (1/11/2021). Sebanyak 600 orang warga suku baduy mengikuti Tradisi Ngaseuk yang merupakan tradisi tahunan warga Suku Baduy menanam padi huma dan
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Warga Suku Baduy Luar mengikuti tradisi Ngaseuk atau musim tanam di Desa Bojong Menteng, Lebak, Banten, Senin (1/11/2021). Sebanyak 600 orang warga suku baduy mengikuti Tradisi Ngaseuk yang merupakan tradisi tahunan warga Suku Baduy menanam padi huma dan palawija untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pendapatan ekonomi.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pasangan calon presiden dan wakil presiden didesak untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat dalam debat cawapres pada Minggu (21/1). Kesejahteraan masyarakat adat perlu ditingkatkan agar tidak lagi menjadi konflik

“RUU masyarakat adat yang sampai hari ini nggak disahkan dan itu menjadi tantangan,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Katadata, Kamis (18/1).

Sebagai informasi, Komisi Pemilihan Umum mengangkat tema energi, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup dan agraria, serta masyarakat adat pada debat keempat yang diselenggarakan Minggu (21/1).

Bhima mengatakan masyarakat adat ataupun tanah adat kerap terlibat dalam konflik dalam isu pembangunan.

“Bagaimana masyarakat adat itu bisa diberikan hak lebih untuk mengelola lingkungan dan adakah insentif buat masyarakat adat yang mengelola hutan dan sumber mata air,” ujarnya.

Sebelumnya, Climate Right Internasional (CRI) dalam laporannya mengatakan penambangan dan peleburan nikel di Indonesia berpotensi mengancam hak asasi manusia masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat, mencemari lingkungan, dan memicu krisis iklim.

“Transisi dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik adalah bagian penting menuju transisi global dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, namun tumbuhnya tidak boleh mengulang praktik-praktik yang merusak lingkungan,” kata Peneliti dari Climate Rights Internasional, Krista Shennum, dalam keterangan pers, Rabu (17/1).

Krista mengatakan, pemerintah seharusnya segera mengakui tanah milik masyarakat adat dan memastikan bahwa perusahaan pertambangan dan pemurnian nikel menghormati hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat.

"Seharusnya pemerintah Indonesia juga segera menghentikan perizinan semua pembangkit listrik tenaga batu bara baru, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara yang digunakan untuk memasok listrik ke kawasan industri," ujarnya.

Dia menambahkan, perusahaan pertambangan juga harus memberikan kompensasi penuh dan adil kepada seluruh anggota masyarakat atas tanah mereka. Perusahaan pertambangan harus membuang limbah dengan benar untuk meminimalkan pencemaran lingkungan.

Manager Program Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani, mengatakan transisi energi ke bioenergi masih menimbulkan masalah dengan masyarakat adat. Misalnya pembukaan lahan untuk pemanfaatan bioenergi banyak berdampak pada masyarakat setempat.

“Selain mengeluarkan emisi, pembukaan hutan lahan juga mempengaruhi kehidupan masyarakat adat atau warga sekitar,” kata Amalya.

Amel mencontohkan banyak masyarakat adat yang menjadi korban dalam pembebasan lahan di Pulau Siberut Mentawai. Ia mengatakan, pembangunan tiga PLTBm di Pulau Siberut, Mentawai, mengakibatkan deforestasi terhadap hutan adat, perubahan corak produksi masyarakat adat, dan mengancam ketahanan pangan serta budaya lokal.

Dia mengatakan, banyak lahan sawah dan perkebunan rusak hingga hasil laut semakin berkurang karena praktik co-firing pada PLTU Indramayu 1. Selain itu, gangguan pernapasan dan penglihatan akibat asap PLTU menyerang masyarakat sekitar.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...