Belajar Pengelolaan Sampah dari Masyarakat Adat
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menilai masyarakat adat unggul dalam hal pengelolaan sampah sehingga dapat menjadi contoh penanganan masalah lingkungan di Indonesia.
Kepala Subdirektorat Penetapan Hutan Adat dan Hutan Hak pada Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial Kemenhut, Yuli Prasetyo Nugroho, mengatakan masyarakat adat Baduy di Kabupaten Lebak, Banten menjadi salah satu contoh komunitas yang mapan dalam hal pengelolaan sampah. Selain itu, masyarakat adat Cireundeu di Cimahi juga bijak dalam memanfaatkan sumber makanan hingga habis terpakai sehingga tidak menyisakan sampah.
"Sisa makanan yang tidak dapat diolah akan diubah menjadi kompos atau pupuk organik dengan cara sederhana," katanya, Senin (9/12).
Yuli melanjutkan masyarakat adat Punan Batu di Kalimantan juga bisa menjadi contoh karena mereka mengambil makanan dari hutan atau berburu sesuai dengan kebutuhanya.
"Mereka mengambilnya itu secukupnya. Karena kalau diambil lebih banyak mungkin nanti ada pembusukan. Mereka tahu mengambilnya itu dibagi dalam kelombok terung dan dibagi habis," ujarnya.
Yuli mengatakan, masyarakat adat Punan Batu tidak pernah menyisakan makanan dari hasil berburu karena tidak adanya sistem menyimpan hasil buruan untuk di konsumsi di kemudian hari.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data yang dihimpun Sistem Informasi Pengelohan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampai dengan 2023 total timbulan sampah dari 375 Kabupaten dan Kota di Indonesia mencapai 40 juta ton per tahun, dan pengurangan sampah mencapai 13,51 persen atau 5,4 juta ton pertahun.
Dengan timbulan tersebut, sampah yang tidak terkelola mencapai 39 persen atau sebesar 15,8 juta ton per tahun.