Perkebunan Teh Punya Potensi Besar Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Image title
Oleh Antara
26 Januari 2024, 07:56
Petani merawat tanaman teh di perkebunan teh Riung Gunung Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (22/1/2024). Kementerian Pertanian akan melakukan peremajaan kebun teh untuk meningkatkan produktivitas teh di Indonesia karena salah satu penyebab
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
Petani merawat tanaman teh di perkebunan teh Riung Gunung Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (22/1/2024). Kementerian Pertanian akan melakukan peremajaan kebun teh untuk meningkatkan produktivitas teh di Indonesia karena salah satu penyebab turunnya produktivitas karena banyak kebun teh yang sudah tidak pada usia produktif.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Perkebunan teh di Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Prayudi Syamsuri, mengatakan Indonesia melalui Nationally Determined Contribution (NDC) berkomitmen untuk mengurangi emisi di lima sektor prioritas, salah satunya di sektor pertanian.

Prayudi mengatakan, sektor pertanian rentan terdampak perubahan iklim. Namun sektor ini juga memiliki peran dalam upaya penurunan emisi GRK melalui praktik pertanian rendah karbon.

"Dalam hal ini, teh merupakan salah satu jenis komoditas yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi konsentrasi emisi di atmosfer," katanya dalam seminar bertajuk "Inisiatif Karbon di Sektor Teh" di Jakarta, Kamis (25/1) seperti dikutip dari Antara.

Dia mengatakan, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan teh sebagai komoditas yang cocok untuk bertransformasi menuju produksi rendah karbon. Pasalnya, tanaman tahunan, seperti teh, dapat menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan jenis tanaman pertanian semusim.

Oleh karena itu, menurut dia, perkebunan teh Indonesia memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi GRK, salah satunya dari segi lahan.

Menurut data BPS pada 2022, Indonesia mempunyai perkebunan teh terluas kelima di dunia. Namun, area perkebunan teh nasional telah berkurang drastis dari 150.972 hektar pada 2001 menjadi 102.078 hektar pada 2021.

Dia mengatakan, memperbaiki praktik budidaya teh juga dapat mengurangi emisi GRK, misalnya dengan optimalisasi lahan, pengelolaan agroinput, pengolahan tanah minimum, hingga pemanfaatan lahan kritis. Karbon akan tetap tersimpan dalam biomassa tanaman dan bahan organik tanah selama tidak ditebang dan terurai.

Selain itu, budidaya teh tidak membutuhkan pengolahan lahan secara intensif sehingga tidak merusak struktur karbon yang tersimpan di dalam tanah.

Sementara itu, Ketua Dewan Teh Indonesia (DTI) Rachmad Gunadi mengatakan teh mempunyai peluang untuk membangun rantai nilai yang berkelanjutan.

Pembangunan proyek karbon dengan teh sebagai vegetasi utama, memberikan keuntungan yang menjanjikan, baik dari segi pelestarian lingkungan hidup maupun nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha perkebunan teh.

Menurut dia diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan menciptakan sektor teh yang berkelanjutan.

"Melalui inisiatif karbon di sektor teh ini diharapkan terjalin kolaborasi yang dapat mendukung keberlanjutan sektor teh Indonesia," katanya.



Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...