WMO: Asia Wilayah Paling Banyak Terkena Bencana Imbas Perubahan Iklim
World Meteorological Organization (WMO) mengatakan, Asia menjadi wilayah yang paling terdampak bencana akibat perubahan iklim di dunia tahun lalu. Banjir dan badai sebagai penyebab utama jatuhnya korban jiwa.
Laporan dari WMO menunjukkan, 79 bencana yang terkait dengan peristiwa hidrometeorologi telah dilaporkan di Asia pada 2023. Lebih dari 80% di antaranya terkait dengan banjir dan badai yang menyebabkan lebih dari 2.000 kematian.
“Banyak negara di kawasan ini mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023, bersamaan dengan rentetan kondisi ekstrem, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai," ujar Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, seperti dilansir Reuters, Kamis (25/4).
Saulo mengatakan, perubahan iklim memperburuk frekuensi dan tingkat keparahan kejadian-kejadian tersebut. Menurut WMO, Asia memanas lebih cepat dari rata-rata global.
Suhu rata-rata yang tinggi tercatat dari Siberia barat ke Asia tengah, serta dari Cina timur ke Jepang pada tahun lalu.
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa sebagian besar gletser di wilayah pegunungan tinggi di Asia telah kehilangan massa yang signifikan karena suhu tinggi dan kondisi kering yang memecahkan rekor.
Eropa Benua Terpanas
Sementara itu, Eropa menjadi benua yang paling panas dibandingkan benua-benua lainnya. Hal ini karena suhu rata-rata Eropa selama lima tahun terakhir naik di atas 2,3 derajat Celsius dibandingkan tingkat pra industri.
Artinya, Eropa menjadi benua yang mengalami kenaikan suhu dua kali lipat dibandingkan rata-rata dunia. Di mana, kenaikan temperatur di Eropa lebih tinggi 1,3 derajat Celsius.
Temuan ini tertulis dalam laporan yang dirilis WMO dan badan iklim Uni Eropa, Copernicus. Mereka lantas memperingatkan konsekuensi kenaikan suhu Bumi bagi kesehatan manusia, mencairnya gletser, dan aktivitas ekonomi.
“Eropa kembali mengalami peningkatan suhu karena iklim ekstrem pada 2023. Akibatnya, Eropa mencetak rekor tekanan suhu panas, kebakaran hutan, gelombang panas, kehilangan es gletser, dan kurangnya hujan salju," kata Wakil Kepala Unit Copernicus di Komisi Eksekutif Uni Eropa, Elisabeth Hamdouch, seperti dikutip dari Euronews, Rabu (24/4).
Laporan tersebut mencatat bahwa kematian terkait suhu panas telah meningkat di seluruh Eropa. Di mana lebih dari 150 orang meninggal dunia akibat badai, banjir, dan kebakaran hutan yang melanda Eropa.