Sebanyak 62% Sungai Kekeringan Imbas Perubahan Iklim

Tia Dwitiani Komalasari
27 Mei 2024, 16:32
Seorang anak bermain di dasar sungai yang kering di Desa Wirun, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (26/9/2019). Sungai yang menjadi sumber air irigasi lahan pertanian warga tersebut kering karena musim kemarau sehingga petani terpaksa membuat sumur
/home/ubuntu/Pictures/antarafoto/cropping/production/original/ANT20190926134.jpg
Seorang anak bermain di dasar sungai yang kering di Desa Wirun, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (26/9/2019). Sungai yang menjadi sumber air irigasi lahan pertanian warga tersebut kering karena musim kemarau sehingga petani terpaksa membuat sumur bor untuk mengairi lahan pertanian.
Button AI Summarize

Sebanyak 62 persen sungai di dunia memiliki debit air keluar menuju laut di bawah normal bahkan jauh di bawah normal pada 2022, berdasarkan  data analisis peta global. Kondisi tersebut merupakan salah satu dampak perubahan iklim.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan debit air di bawah normal atau jauh di bawah normal itu artinya daerah tersebut mengalami kekeringan. Di sisi lain, terdapat daerah di dunia yang memiliki debit air sungai melampaui normal atau surplus sedang terjadi kebanjiran.

Dwikorita mengatakan, perubahan iklim mencakup berbagai aspek, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia. Apabila penanganan persoalan ini tidak disertai komitmen politik yang kuat, maka dampaknya akan sangat besar karena dapat memicu terjadinya konflik yang berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.

"Butuh komitmen bersama yang kuat untuk mengatasi krisis air akibat perubahan iklim," ujarnya dikutip dari siaran pers, Senin (27/5).

Komitmen tersebut, kata dia, harus dilakukan seluruh negara tanpa terkecuali mengingat persoalan air menjadi ancaman serius bagi seluruh negara di dunia. Semua negara harus bekerja lebih cerdas dari apa yang sudah dilakukan sebelumnya untuk menghadapi laju perubahan iklim.

"Seperti mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam proses politik dan juga regional tanpa mengabaikan kearifan lokal setiap negara," ujarnya.

Sungai Tercemar

Selain menghadapi kekeringan, banyak sungai di desa/kelurahan yang tercemar di Indonesia. Pencemaran paling banyak berasal dari limbah rumah tangga.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sebanyak 66.636 desa/kelurahan di Indonesia memiliki sungai. Dari jumlah itu, 16.487 desa/kelurahan memiliki sungai yang tercemar limbah.

 Mayoritas atau 9.066 desa/kelurahan di Tanah Air memiliki sungai tercemar yang berasal dari limbah rumah tangga. Sebanyak 6.027 desa/kelurahan memiliki sungai yang tercemar dari limbah pabrik/industri/usaha. Ada juga 1.394 desa/kelurahan memiliki sungai tercemar yang berasal dari limbah lainnya. Pencemaran sungai terjadi di seluruh provinsi di Indonesia.
 
Sebanyak 1.083 desa/kelurahan di Jawa Tengah memiliki sungai yang tercemar dari limbah rumah tangga. Jumlah itu menjadi yang terbanyak dibandingkan provinsi lainnya.
 
Sementara, jumlah desa di Jawa Barat yang memiliki sungai tercemar limbah pabrik/industri/usaha menjadi yang terbanyak, yakni 787 desa/kelurahan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...