Luhut Sebut Proyek CCS Akan Berlanjut, Sudah Lapor ke Prabowo
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan proyek investasi penangkapan dan penyimpanan carbon capture storage (CCS) akan dilanjutkan di era Pemerintahan Prabowo, Dia mengaku telah berkomunikasi dengan Presiden terpilih mengenai proyek-proyek CCS.
"Saya kira presiden terpilih Prabowo juga akan menyetujui, dan kita juga sudah laporkan ke beliau," ujar Luhut dalam acara "The 2nd International & Indonesia Carbon Capture and Storage (IICCS) Forum 2024", di Jakarta, Senin (31/7).
Dia mengatakan, proyek CCS perlu dilanjutkan di era pemerintahan berikutnya. Pasalnya ini sangat penting untuk mencapai target net zero emission (NZE) Indonesia pada 2060.
Selain itu, Luhut mengatakan, pemerintah juga berupaya untuk menyederhanakan regulasi CCS. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 Tahun 2024 yang mengatur implementasi CCS.
"Regulasi kita buat untuk tidak berbelit-belit. Jangan sampai berhari-hari untuk mendapatkan persetujuan," ujar Luhut dalam acara IICCS Forum 2024, Rabu (21/7).
Selain regulasi, Luhut mengatakan, Indonesia perlu belajar dari negara lain untuk melaksanakan CCS dengan maksimal. Sejumlah faktor yang perlu dipelajari mulai dari teknologi, kredit karbon antar negara,dan tantangan yang aka n dihadapi.
"Saya mengundang semua pengguna untuk berkontribusi aktif untuk memprioritaskan kooperasi dan berusaha untuk berkolaborasi untuk mendukung pengembangan industri CCS di Indonesia," ujarnya.
15 Proyek CCS/CCUS Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 15 proyek Carbon Capture and Storage dan Carbon Capture Utilisation and Storage (CCS/CCUS) dapat Onstream pada 2030.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Kementerian ESDM, Ariana Soemanto mengatakan, dari target tersebut ada beberapa yang ditargetkan menajdi CCS hub Asia Timur dan Australia.
"Dua cekungan yang sedang didorong Pemerintah untuk dijadikan CCS Hub di wilayah Asia Timur dan Australia yaitu cekungan Sunda Asri dan cekungan Bintuni," ujar Ariana dalam keterangan tertulis, Selasa (2/7).
Ariana mengatakan, Indonesia dikenal memiliki cekungan sedimen terbesar di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki potensi sumber daya penyimpanan karbon di 20 cekungan dengan kapasitas 573 Giga ton Saline Aquifer dan 4,8 Giga Ton depleted oil and gas reservoir yang tersebar di berbagai wilayah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Ia mengatakan, skema CCS di Indonesia dibagi menjadi dua pilihan. Pilihan pertama adalah penyelenggaraan CCS berdasarkan Kontrak Kerja Sama Migas. Rencana kegiatan CCS dapat diusulkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama dalam POD I maupun POD lanjutan atau revisinya.
Kedua, CCS dapat dikembangkan sebagai usaha tersendiri, melalui Izin Eksplorasi Zona Target Injeksi dan Izin Operasi Penyimpanan Karbon.
Untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, Pemerintah juga telah mengimplementasikan berbagai kebijakan, antara lain pembentukan CCS/CCUS National Centre of Excellence bersama dengan lembaga penelitian dan universitas. Pembentukan lembaga tersebut untuk memperkuat kerja sama internasional di bidang CCS/CCUS, serta menyusun regulasi dan kebijakan turunan.
"Saat ini, telah terbit Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 tahun 2023 dan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 tahun 2024 yang menjadi landasan hukum kuat untuk pengembangan dan penerapan penangkapan dan penyimpanan karbon di Indonesia," ujarnya.